WAITING
LOVE
PART 5
Pagi itu matahari kembali
menampakkan sinarnya, shilla membuka mata saat ia melihat tirai jendela
kamarnya yang telah terbuka. Shilla tak tahan harus terus terusan mencium aroma
rumah sakit apalagi dengan makanannya. Akhirnya dokter memperbolehkan shilla
untuk dirawat kerumah. Dan sekarang shilla memutuskan untuk berangkat kembali
ke sekolah.
“Kak shilla? Kakak udah sehat?”
Tanya Diva adiknya itu sambil membantu shilla berjalan pelan menuruni tangga
“Udah kok diva sayang” Balas
Shilla dengan lembut
“Lebih baik kamu jangan maksain
deh. Ntar kalo kamu pingsan disekolah gimana?” Tanya Papa Boy setelah
meletakkan Koran yang Ia baca diatas meja makan
“Nggak kok pa, shilla janji nggak
akan bikin repot siapa siapa” Mohon shilla sambil melebarkan senyumnya.
“Baiklah nanti papa akan
mengantar kalian kesekolah” Ucap papa boy dan diikuti teriakan kegembiraan oleh
diva.
“Tapi Alvin naik sepeda aja ya
pa” Alvin mengelak ucapan papanya
“Rio juga” timpal Rio
“Ya udah terserah kalian” Ucap
papa boy, sedangkan mama widya masih sibuk menyendok makanan ke piring piring
mereka dan menyantap sarapan pagi itu bersama sama.
“Kamu makan yang banyak yah
sayang, supaya stamina kamu kembali lagi” Ucap Mama Widya sambil menyendok
beberapa kali ke piring shilla
“Udah Ma, kalau shilla makan
banyak ntar shilla gendut dong, ntar shilla nggak bisa punya pacar dong” Balas
shilla sambil tersenyum
“Idih, emang ada yang mau sama
elo shill” ledek Rio
“Paling juga Ivan anak yang
gendut yang dikelasnya yang tiap hari ngasih coklat itutuh” Canda Alvin
kemudian
“Ih apaan sih, aku kan cantik
masa nggak ada yang mau sih sama aku” Shilla kembali memasang wajah cemberut
pada kedua kakaknya yang meledeknya terus
“Aku mau kok sama kakak” Balas
Diva sambil menatap mata shilla
“Nah ini baru adik kakak yang
paling ganteng didunia” Jawab shilla sambil memeluk diva yang duduk
disampingnya
“hehe”
Papa Boy dan Mama Boy hanya
tersenyum melihat tingkah laku anak anak mereka yang sudah mau beranjak dewasa
itu. Tak terasa sebentar lagi shilla akan masuk jenjang yang lebih tinggi lagi.
Begitupula dengan Alvin. Kemudian Papa Boy pun menatap mereka satu persatu
dengan serius.
“Kalian mau ke Amerika?” Tanya
Papa boy pada Alvin, Rio, Shilla dan Diva
“Mau pa, mau banget” Balas Rio
dengan semangat
“Aku juga pa, siapa tahu aku bisa
ketemu langsung sama Justin Bieber . Mau paa” Ucapnya dengan semangat
“Aku juga pa, kita mau liburan
kesana yah pa?” Tanya diva polos. Alvin tak berkomentar ia hanya sibuk
tersenyum saat mendengar adik adiknya yang begitu antusias ingin ke Amerika
“Em… gimana yah.. papa akan kasih
tau minggu depan deh” Jelas papanya
“Ah papa nggak seru deh” Jawab
shilla
“Iya, diva kan udah penasaran”
Timpal Diva kembali
“Sabar dong sayang. Kan minggu
depan itu nggak lama” Kini Mamanya ikut memberi penjelasan
“Tapi janji minggu depan yah pa”
Ucap diva dengan dibalas oleh anggukan serta senyuman dari papa Boy. Kemudian
mereka pun melanjutkan sarapan mereka dengan penuh keceriaan.
Shilla terdiam di depan gerbang,
ia menunggu Papanya yang tak kunjung dating menjemputnya. Sedangkan Diva tadi
dia ijin bahwa sepulang sekolah ia akan bermain dirumah temannya. Kini Shilla
hanya bisa menunggu sang papa untuk menjemputnya. Shilla melihat kea rah
sekitar sudah sepi. Hampir tak terdengar suara berisik yang biasanya dating
dari arah sekolah. Shilla kembali melihat jam tangan yang ada di pergelangan
tangannya. Jam tangan pemberian Alvin saat ia berulang tahun yang ke 10 itu
masih dipakainya terus. Ia tak mau memakai jam baru yang kelihatan lebih menarik
dan lebih lucu dengan alasan bahwa jamnya belum rusak. Ia sangat tahu
pengorbanan Alvin saat Alvin mengumpulkan uang dengan mengamen untuk membeli
jam tangan untuk hadiah ulang tahun shilla tersebut.
“Udah satu jam lebih tapi papa
kok belum dating jemput sih. Mana kak Rio dan Kak Alvin belum pulang lagi”
Ucapnya sendiri sambil terus melihat kea rah jalan. Matanya menangkap bayangan
Chelsea yang hendak menaiki sepedanya. Tanpa piker panjang ia pun memanggil
Chelsea namun ia melihat seorang wanita tua tiba tiba dating pada Chelsea dan
menjewer telinga Chelsea dengan kencang sehingga membuat Chelsea terus menjerit
keras.
“AW sakit bu”
“Lepasin bu,”
“Bu”
Ibu Nada seolah tak mendengar
teriakan serta jeritan Chelsea yang meminta agar dirinya segera melepaskan tangannya
dari kuping Chelsea. Ia membawa Chelsea ke sebuah tempat yang lumayan sepi agar
ia tak terus terusan dilihat oleh banyak orang bahwa ia menganiaya anaknya
sendiri.
“Ibu, Sakit tau” Ucap Chelsea
meringis dan memegangi kupingnya itu. Tangan Ibu Nada kemudian lepas dari
kupingnya itu dan ia segera mengambil dua buah batang sapu lidi yang ada
didekatnya.
“Ibu, ibu mau ngapain sih”
Chelsea kini sudah ketakutan saat ibunya mengambil dua batang sapu lidi itu
“Kamu ini anak nggak tahu
diuntung yah, udah bagus bagus ibu susah payah kerja keras banting tulang buat
bayar sekolah kamu. Buat ngasih makan kamu, kamunya malah gini” Jelas ibunya
yang sekarang terlihat mematahkan batang sapu yang kecil dan hanya mengambil
yang tebal saja
“Maksud ibu apa? Chelsea nggak
ngerti bu” Tanya Chelsea pelan sambil berusaha memegang tangan ibunya yang
sudah terlihat ingin mengayunkan batang sapu lidi itu ke Chelsea
“Apa? Jadi sekarang kamu nggak
mau ngaku kalau kamu yang ngambil uang simpanan ibu di lemari ibu” Bentak Ibu
Nada keras yang membuat Chelsea menatap ibunya serius
“Bu, Chelsea cuman disuruh Ayah
buuu” Tangis Chelsea semakin menjadi jadi saat menjawab pertanyaan ibunya itu
“Kenapa kamu mau, kamu kan tahu
itu uang simpanan ibu satu satunya. Kalau kamu memberikan itu pada Ayah kamu
maka Ayah kamu akan memakainya untuk main judi serta minum minum setiap hari.
Apa kamu tahu. Sekarang ulurkan kedua tangan kamu. Ibu mau memberi kamu
pelajaran” Bentak ibunya keras.
“Tapi bu, bukan Chelsea yang
salah” Isak Chelsea sambil menatap Mata Ibunya
“Cepat ulurkan tanganmu” Bentak
Ibunya kembali. Dengan terpaksa Chelsea mengulurkan kedua tanganny perlahan
kemudian ia menutup matanya saat ia melihat Batang sapu lidi itu mulai mengayun
dan menyentuh telapak tangannya.
Perih, sakit, dan menangis hanya
itu yang bisa Chelsea rasakan sekarang. Chelsea hanya terdiam dan isakan
tangisnya begitu terdengar jelas. Selang setelah beberapa kali pukulan Ibunya
telah selesai memukulnya. Ibunya menatapnya begitu pelan. Chelsea membuka
matanya kemudian melihat kedua telapak tangannya yang sudah berubah menjadi
merah serta meninggalkan beberapa goresan goresan luka yang sangat terasa
pedihnya.
Ibunya pun menatap kedua telapak
tangan Chelsea pelan, kemudian ia memegangi telapak tangan Chelsea itu. Chelsea
hanya bisa menangis merasakan pedih yang ia rasa.Kemudian Ibunya pergi
meninggalkan Chelsea sendirian bersama luka itu. Chelsea kembali hanya bisa
melihat telapak tangannya itu kemudian ia berusaha tegar kembali dan berusaha
menuntun sepedanya walaupun sempat beberapa kali ia terlihat menahan rasa sakit
saat ia menekuk telapak tangannya untuk memegang sepedanya itu.
Shilla diam tak mampu berkata
kata lagi. Apa yang ia barusan itu bukanlah sebuah rekayasa belaka. Ia tak
menyangka sosok Chelsea yang begitu angkuh ternyata mempunyai masalah yang
sangat rumit. Air mata shilla tak terasa telah mengalir dipipinya semenjak ia
melihat kejadian yang telah ia lihat tadi. Ia tak bisa membayangkan jika ia
yang ada diposisi Chelsea saat itu. Ia pasti takkan bisa sekuat Chelsea dan ia
pasti akan sangat mengalami tekanan yang sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin
seorang ibu tega melakukan itu pada anaknya sendiri. Itulah yang ada dipikiran
shilla saat ini. Ingin rasanya shilla menghampiri Chelsea dan menjadi teman
Chelsea sesaat untuk menenangkan pikiran Chelsea yang saat ini sedang kacau.
Ingin rasanya shilla menemani Chelsea menghiburnya. Namun Shilla berpikir jika
ia menghampiri Chelsea maka Chelsea akan mengira bahwa shilla telah memata
matainya dan itu akan membuat hubungan ia dan Chelsea akan semakin parah lagi.
Shilla hanya mendengus pelan. Yang bisa shilla lakukan saat ini adalah diam dan
melihat bayangan Chelsea yang perlahan lahan meninggalkan sekolah itu masih
dengan isak tangis yang masih terdengar pelan.
“Vin, rencananya elo mau lanjut
dimana?” Tanya Kiki pada Alvin saat mereka berdua bersama sama membuka loker
mereka saat pulang sekolah
“Gue belum mikirin tuh, emangnya
elo udah mikir yah elo mau lanjut dimana?” Tanya Alvin kembali
“Udah dong, gue mau ke Eropa nih”
Jawab Kiki bangga
“Eropa? Yakin lo?” Alvin seolah
tak percaya dengan ucapan kiki
“Haha bercanda men, lagian bahasa
inggris gue juga kacau. Kalau gue disana bisa bisa gue dikira orang yang
terdampar” Canda kiki yang membuat Alvin menorehkan senyum kecil
“Eh vin, gue duluan yah. Ada
urusan mendadak” Ucap Kiki lagi sambil menepuk pundak Alvin. Alvin hanya
menganggukan kepalanya. Kemudian ia mulai memikirkan tentang apa yang dikatakan
papanya tadi pagi.
“Apa maksud papa yang ke Amerika
itu ini yah?” Batin Alvin sambil merapikan bajunya kembali dan berjalan menuju
parkiran sepeda.
Rio berjalan santai saat menuju
parkiran namun langkahnya membelok ke kantin sekolah.
“Bu, Ada otak otak nggak?” Tanya
Rio pada Ibu pemilik warung itu
“Oh harusnya sih udah abis, tapi
ibu masih sisakan satu untuk nak Rio. Ini” Ucap Ibu itu sambil menyerahkan satu
bungkus otak otak yang biasa Rio beli sepulang sekolah
“Makasih banyak ya bu, Ibu baik
cantik lagi” Puji Rio sambil member uang pada ibu dengan tersenyum
“Ah kamu bisa aja nak”
“Rio pamit dulu ya bu” Ucap Rio
kemudian bergegas menuju parkiran sepeda juga.
Rio yang tadinya menaiki
sepedanya santai segera menambah kecepatan sepedanya saat melihat Alvin di
depan gerbang bersama dengan shilla.
“Shilla, ngapain lo jam segini?
Bukannya papa mau ngejemput elo?” Tanya Rio heran
“Iya, kayaknya papa lupa deh kalo
shilla pulangnya lebih cepat kalau hari ini, jadi shilla nunggu terus disini
dari tadi” Jelasnya
“Ya udah lo kan udah capek
sekarang elo gue boncengin deh” Ucap Alvin
“Makasih ya kak”
“Eh shill, tunggu” Ucap Rio
sambil membuka tasnya dan mengeluarkan otak otak yang tadi ia beli
“Ini buat elo. Elo kan suka
banget makan ginian” Ucapnya kembali
“Ah makasih ya kak Rio, kak Rio
baik banget deh” Jawab shilla sambil tersenyum lebar dan memasukkan makanan itu
kedalam tasnya. Rio hanya tersenyum dan mengacak acak poni shilla yang masih
berbentuk seperti tokoh dora.
“Udah ayok kita pulang udah laper
nih” Ketus Alvin
“Iya kak, lets go” Teriak Shilla
kencang
“Papa ini pasti salah ketik kan?”
Teriak Mama Widya keras saat melihat apa yang suaminya bawa sepulang ia bekerja
tadi
“Enggak Ma, ini benar ma. Papa
juga baru menyadari hal itu” Jawab Papa Boy pelan
“Ini nggak mungkin. Ini pasti
salah. Ini salah.” Mama Widya masih terlihat shock dengan sebuah kertas yang
sudah ia baca berkali kali sejak tadi
“Ma, shilla..” Papa Boy berusaha
mengatakan sesuatu namun Mama Widya memotong perkataan Papa Boy itu
“Cukup Pa, Shilla itu anak kita.
Ini pasti salah. Teman Papa itu kan dokter, harusnya papa bisa menegur teman
papa itu, dan yang mengetik ini pasti salah” Teriak Mama Widya lebih keras
lagi. Papa Boy perlahan merangkul istrinya itu dan memeluknya untuk menenangkan
istrinya yang terlihat sangat terkejut melihat isi kertas itu.
“Ini semua salah papa Ma,
harusnya papa bisa lebih teliti waktu itu” Batin Papa Boy sambil terus
menenangkan istrinya itu.
-Bersambung-
Kritik dan Saran mention
@Quotesshivers
No comments:
Post a Comment