Sunday, October 13, 2013

Waiting Love - Part 5



WAITING LOVE
PART 5


Pagi itu matahari kembali menampakkan sinarnya, shilla membuka mata saat ia melihat tirai jendela kamarnya yang telah terbuka. Shilla tak tahan harus terus terusan mencium aroma rumah sakit apalagi dengan makanannya. Akhirnya dokter memperbolehkan shilla untuk dirawat kerumah. Dan sekarang shilla memutuskan untuk berangkat kembali ke sekolah.
“Kak shilla? Kakak udah sehat?” Tanya Diva adiknya itu sambil membantu shilla berjalan pelan menuruni tangga
“Udah kok diva sayang” Balas Shilla dengan lembut
“Lebih baik kamu jangan maksain deh. Ntar kalo kamu pingsan disekolah gimana?” Tanya Papa Boy setelah meletakkan Koran yang Ia baca diatas meja makan
“Nggak kok pa, shilla janji nggak akan bikin repot siapa siapa” Mohon shilla sambil melebarkan senyumnya.
“Baiklah nanti papa akan mengantar kalian kesekolah” Ucap papa boy dan diikuti teriakan kegembiraan oleh diva.
“Tapi Alvin naik sepeda aja ya pa” Alvin mengelak ucapan papanya
“Rio juga” timpal Rio
“Ya udah terserah kalian” Ucap papa boy, sedangkan mama widya masih sibuk menyendok makanan ke piring piring mereka dan menyantap sarapan pagi itu bersama sama.
“Kamu makan yang banyak yah sayang, supaya stamina kamu kembali lagi” Ucap Mama Widya sambil menyendok beberapa kali ke piring shilla
“Udah Ma, kalau shilla makan banyak ntar shilla gendut dong, ntar shilla nggak bisa punya pacar dong” Balas shilla sambil tersenyum
“Idih, emang ada yang mau sama elo shill” ledek Rio
“Paling juga Ivan anak yang gendut yang dikelasnya yang tiap hari ngasih coklat itutuh” Canda Alvin kemudian
“Ih apaan sih, aku kan cantik masa nggak ada yang mau sih sama aku” Shilla kembali memasang wajah cemberut pada kedua kakaknya yang meledeknya terus
“Aku mau kok sama kakak” Balas Diva sambil menatap mata shilla
“Nah ini baru adik kakak yang paling ganteng didunia” Jawab shilla sambil memeluk diva yang duduk disampingnya
“hehe”

Papa Boy dan Mama Boy hanya tersenyum melihat tingkah laku anak anak mereka yang sudah mau beranjak dewasa itu. Tak terasa sebentar lagi shilla akan masuk jenjang yang lebih tinggi lagi. Begitupula dengan Alvin. Kemudian Papa Boy pun menatap mereka satu persatu dengan serius.
“Kalian mau ke Amerika?” Tanya Papa boy pada Alvin, Rio, Shilla dan Diva
“Mau pa, mau banget” Balas Rio dengan semangat
“Aku juga pa, siapa tahu aku bisa ketemu langsung sama Justin Bieber . Mau paa” Ucapnya dengan semangat
“Aku juga pa, kita mau liburan kesana yah pa?” Tanya diva polos. Alvin tak berkomentar ia hanya sibuk tersenyum saat mendengar adik adiknya yang begitu antusias ingin ke Amerika
“Em… gimana yah.. papa akan kasih tau minggu depan deh” Jelas papanya
“Ah papa nggak seru deh” Jawab shilla
“Iya, diva kan udah penasaran” Timpal Diva kembali
“Sabar dong sayang. Kan minggu depan itu nggak lama” Kini Mamanya ikut memberi penjelasan
“Tapi janji minggu depan yah pa” Ucap diva dengan dibalas oleh anggukan serta senyuman dari papa Boy. Kemudian mereka pun melanjutkan sarapan mereka dengan penuh keceriaan.
          -Quotesshivers-
Shilla terdiam di depan gerbang, ia menunggu Papanya yang tak kunjung dating menjemputnya. Sedangkan Diva tadi dia ijin bahwa sepulang sekolah ia akan bermain dirumah temannya. Kini Shilla hanya bisa menunggu sang papa untuk menjemputnya. Shilla melihat kea rah sekitar sudah sepi. Hampir tak terdengar suara berisik yang biasanya dating dari arah sekolah. Shilla kembali melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangannya. Jam tangan pemberian Alvin saat ia berulang tahun yang ke 10 itu masih dipakainya terus. Ia tak mau memakai jam baru yang kelihatan lebih menarik dan lebih lucu dengan alasan bahwa jamnya belum rusak. Ia sangat tahu pengorbanan Alvin saat Alvin mengumpulkan uang dengan mengamen untuk membeli jam tangan untuk hadiah ulang tahun shilla tersebut.
“Udah satu jam lebih tapi papa kok belum dating jemput sih. Mana kak Rio dan Kak Alvin belum pulang lagi” Ucapnya sendiri sambil terus melihat kea rah jalan. Matanya menangkap bayangan Chelsea yang hendak menaiki sepedanya. Tanpa piker panjang ia pun memanggil Chelsea namun ia melihat seorang wanita tua tiba tiba dating pada Chelsea dan menjewer telinga Chelsea dengan kencang sehingga membuat Chelsea terus menjerit keras.
“AW sakit bu”
“Lepasin bu,”
“Bu”
Ibu Nada seolah tak mendengar teriakan serta jeritan Chelsea yang meminta agar dirinya segera melepaskan tangannya dari kuping Chelsea. Ia membawa Chelsea ke sebuah tempat yang lumayan sepi agar ia tak terus terusan dilihat oleh banyak orang bahwa ia menganiaya anaknya sendiri.
“Ibu, Sakit tau” Ucap Chelsea meringis dan memegangi kupingnya itu. Tangan Ibu Nada kemudian lepas dari kupingnya itu dan ia segera mengambil dua buah batang sapu lidi yang ada didekatnya.
“Ibu, ibu mau ngapain sih” Chelsea kini sudah ketakutan saat ibunya mengambil dua batang sapu lidi itu
“Kamu ini anak nggak tahu diuntung yah, udah bagus bagus ibu susah payah kerja keras banting tulang buat bayar sekolah kamu. Buat ngasih makan kamu, kamunya malah gini” Jelas ibunya yang sekarang terlihat mematahkan batang sapu yang kecil dan hanya mengambil yang tebal saja
“Maksud ibu apa? Chelsea nggak ngerti bu” Tanya Chelsea pelan sambil berusaha memegang tangan ibunya yang sudah terlihat ingin mengayunkan batang sapu lidi itu ke Chelsea
“Apa? Jadi sekarang kamu nggak mau ngaku kalau kamu yang ngambil uang simpanan ibu di lemari ibu” Bentak Ibu Nada keras yang membuat Chelsea menatap ibunya serius
“Bu, Chelsea cuman disuruh Ayah buuu” Tangis Chelsea semakin menjadi jadi saat menjawab pertanyaan ibunya itu
“Kenapa kamu mau, kamu kan tahu itu uang simpanan ibu satu satunya. Kalau kamu memberikan itu pada Ayah kamu maka Ayah kamu akan memakainya untuk main judi serta minum minum setiap hari. Apa kamu tahu. Sekarang ulurkan kedua tangan kamu. Ibu mau memberi kamu pelajaran” Bentak ibunya keras.
“Tapi bu, bukan Chelsea yang salah” Isak Chelsea sambil menatap Mata Ibunya
“Cepat ulurkan tanganmu” Bentak Ibunya kembali. Dengan terpaksa Chelsea mengulurkan kedua tanganny perlahan kemudian ia menutup matanya saat ia melihat Batang sapu lidi itu mulai mengayun dan menyentuh telapak tangannya.
Perih, sakit, dan menangis hanya itu yang bisa Chelsea rasakan sekarang. Chelsea hanya terdiam dan isakan tangisnya begitu terdengar jelas. Selang setelah beberapa kali pukulan Ibunya telah selesai memukulnya. Ibunya menatapnya begitu pelan. Chelsea membuka matanya kemudian melihat kedua telapak tangannya yang sudah berubah menjadi merah serta meninggalkan beberapa goresan goresan luka yang sangat terasa pedihnya.
Ibunya pun menatap kedua telapak tangan Chelsea pelan, kemudian ia memegangi telapak tangan Chelsea itu. Chelsea hanya bisa menangis merasakan pedih yang ia rasa.Kemudian Ibunya pergi meninggalkan Chelsea sendirian bersama luka itu. Chelsea kembali hanya bisa melihat telapak tangannya itu kemudian ia berusaha tegar kembali dan berusaha menuntun sepedanya walaupun sempat beberapa kali ia terlihat menahan rasa sakit saat ia menekuk telapak tangannya untuk memegang sepedanya itu.
Quotesshivers-
Shilla diam tak mampu berkata kata lagi. Apa yang ia barusan itu bukanlah sebuah rekayasa belaka. Ia tak menyangka sosok Chelsea yang begitu angkuh ternyata mempunyai masalah yang sangat rumit. Air mata shilla tak terasa telah mengalir dipipinya semenjak ia melihat kejadian yang telah ia lihat tadi. Ia tak bisa membayangkan jika ia yang ada diposisi Chelsea saat itu. Ia pasti takkan bisa sekuat Chelsea dan ia pasti akan sangat mengalami tekanan yang sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin seorang ibu tega melakukan itu pada anaknya sendiri. Itulah yang ada dipikiran shilla saat ini. Ingin rasanya shilla menghampiri Chelsea dan menjadi teman Chelsea sesaat untuk menenangkan pikiran Chelsea yang saat ini sedang kacau. Ingin rasanya shilla menemani Chelsea menghiburnya. Namun Shilla berpikir jika ia menghampiri Chelsea maka Chelsea akan mengira bahwa shilla telah memata matainya dan itu akan membuat hubungan ia dan Chelsea akan semakin parah lagi. Shilla hanya mendengus pelan. Yang bisa shilla lakukan saat ini adalah diam dan melihat bayangan Chelsea yang perlahan lahan meninggalkan sekolah itu masih dengan isak tangis yang masih terdengar pelan.
“Vin, rencananya elo mau lanjut dimana?” Tanya Kiki pada Alvin saat mereka berdua bersama sama membuka loker mereka saat pulang sekolah
“Gue belum mikirin tuh, emangnya elo udah mikir yah elo mau lanjut dimana?” Tanya Alvin kembali
“Udah dong, gue mau ke Eropa nih” Jawab Kiki bangga
“Eropa? Yakin lo?” Alvin seolah tak percaya dengan ucapan kiki
“Haha bercanda men, lagian bahasa inggris gue juga kacau. Kalau gue disana bisa bisa gue dikira orang yang terdampar” Canda kiki yang membuat Alvin menorehkan senyum kecil
“Eh vin, gue duluan yah. Ada urusan mendadak” Ucap Kiki lagi sambil menepuk pundak Alvin. Alvin hanya menganggukan kepalanya. Kemudian ia mulai memikirkan tentang apa yang dikatakan papanya tadi pagi.
“Apa maksud papa yang ke Amerika itu ini yah?” Batin Alvin sambil merapikan bajunya kembali dan berjalan menuju parkiran sepeda.
Rio berjalan santai saat menuju parkiran namun langkahnya membelok ke kantin sekolah.
“Bu, Ada otak otak nggak?” Tanya Rio pada Ibu pemilik warung itu
“Oh harusnya sih udah abis, tapi ibu masih sisakan satu untuk nak Rio. Ini” Ucap Ibu itu sambil menyerahkan satu bungkus otak otak yang biasa Rio beli sepulang sekolah
“Makasih banyak ya bu, Ibu baik cantik lagi” Puji Rio sambil member uang pada ibu dengan tersenyum
“Ah kamu bisa aja nak”
“Rio pamit dulu ya bu” Ucap Rio kemudian bergegas menuju parkiran sepeda juga.

Rio yang tadinya menaiki sepedanya santai segera menambah kecepatan sepedanya saat melihat Alvin di depan gerbang bersama dengan shilla.
“Shilla, ngapain lo jam segini? Bukannya papa mau ngejemput elo?” Tanya Rio heran
“Iya, kayaknya papa lupa deh kalo shilla pulangnya lebih cepat kalau hari ini, jadi shilla nunggu terus disini dari tadi” Jelasnya
“Ya udah lo kan udah capek sekarang elo gue boncengin deh” Ucap Alvin
“Makasih ya kak”
“Eh shill, tunggu” Ucap Rio sambil membuka tasnya dan mengeluarkan otak otak yang tadi ia beli
“Ini buat elo. Elo kan suka banget makan ginian” Ucapnya kembali
“Ah makasih ya kak Rio, kak Rio baik banget deh” Jawab shilla sambil tersenyum lebar dan memasukkan makanan itu kedalam tasnya. Rio hanya tersenyum dan mengacak acak poni shilla yang masih berbentuk seperti tokoh dora.
“Udah ayok kita pulang udah laper nih” Ketus Alvin
“Iya kak, lets go” Teriak Shilla kencang
Quotesshivers-
“Papa ini pasti salah ketik kan?” Teriak Mama Widya keras saat melihat apa yang suaminya bawa sepulang ia bekerja tadi
“Enggak Ma, ini benar ma. Papa juga baru menyadari hal itu” Jawab Papa Boy pelan
“Ini nggak mungkin. Ini pasti salah. Ini salah.” Mama Widya masih terlihat shock dengan sebuah kertas yang sudah ia baca berkali kali sejak tadi
“Ma, shilla..” Papa Boy berusaha mengatakan sesuatu namun Mama Widya memotong perkataan Papa Boy itu
“Cukup Pa, Shilla itu anak kita. Ini pasti salah. Teman Papa itu kan dokter, harusnya papa bisa menegur teman papa itu, dan yang mengetik ini pasti salah” Teriak Mama Widya lebih keras lagi. Papa Boy perlahan merangkul istrinya itu dan memeluknya untuk menenangkan istrinya yang terlihat sangat terkejut melihat isi kertas itu.
“Ini semua salah papa Ma, harusnya papa bisa lebih teliti waktu itu” Batin Papa Boy sambil terus menenangkan istrinya itu.
-Bersambung-
Kritik dan Saran mention @Quotesshivers

No comments:

Post a Comment