We
Are Crass
Bab 5
Telaga
Hitam
Part
2 “Tentang Pencarian”
Chelsea terjatuh, tubuhnya
terjatuh diantara rerumputan dan ilalang disekitarnya. Chelsea tetap melihat ke
kanan kirinya. Ia berusaha bangkit kembali. Ia membersihkan kotoran ilalang dan
rumput yang menempel di celana panjangnya itu serta tangannya yang sedikit
kotor terkena tanah. Langkah kakinya terus saja berlari tanpa henti hingga
membawanya ke telaga kembali. Telaga Hitam.
--
Oik memegangi dadanya yang
terasa sesak karena berlari tadi, dilihatnya tangannya yang masih memegang
tangan cakka. Oik berusaha melepas tangannya dari tangan cakka namun cakka
terlihat tak mau melepasnya.
“Kka?” Cakka menoleh
kearah oik yang sedang memanggilnya
“Apa ik?”
“Lepasin tangan gue napa,
sakit tahu” Cakka yang tak sadar karena dari tadi menggenggam erat tangan oik
pun langsung melepas genggamannya. Dilihatnya oik yang langsung memegang
pergelangan tangannya yang Nampak memerah. Sesekali oik terlihat mencuri curi
pandang kearah cakka.
--
“Lari…”
Teriakan Shilla begitu
keras pada saat itu. Shilla, Gabriel serta Sivia terlihat sangat ketakutan
melihat bayangan yang ada dibelakang Gabriel tadi. Mereka langsung lari terpisah
tanpa tujuan.
--
Rio memberhentikan
langkahnya. Ia mendengar samar samar suara wanita menangis dibalik rumput yang
ada disampingnya. Dilihatnya Alvin yang terlihat sudah jauh berada didepannya.
Namun Rio masih penasaran dengan suara yang ia dengar itu. Rio pun mendekati
rumput itu dan berusaha melihat siapa yang dibalik rumput itu.
“Shilla?”
Gadis yang ada dihadapan
Rio itu kini menoleh kea rah Rio. Rio tersenyum pada gadis yang ia panggil
shilla tersebut. Rio merasa ada yang aneh dengan Shilla. Rio merasa Shilla
terlalu pucat untuk saat itu. Rio mendekat kea rah gadis itu.
“Loe ngapain disitu shill?”
Tanya Rio. Gadis itu tak menjawab pertanyaan Rio. Sejenak Rio mengulurkan
tangannya hendak membantu Shilla yang tengah berjongkok di tanah sambil
memegang lututnya. Namun Rio merasa mendengar suara teriakan Alvin yang
memanggilnya. Rio pun menoleh kearah belakang saat pundaknya ditepuk.
“Lo ngapain disitu? Loe
udah ketemu sama Chelsea?” Tanya Alvin pada Rio
“Gue ketemu shilla. Lagi
nangis nih dia. Ketakutan kali” Rio mencoba bercanda pada Alvin
“Shilla?”
“Iya ini shilla” Rio kaget
saat mengetahui tak ada orang disitu. Hanya ada rumput saja. Ia menoleh kea rah
Alvin lagi yang sedang melihat lihat rumput rumput itu.
“Vin, sebaiknya kita harus
cari Chelsea secepatnya deh” Kata Rio
“Yaudah ayuk buruan”
Timpal Alvin, kemudian mereka bergegas mencari Chelsea kembali. Rio masih
terlihat cemas dan takut. Sesekali ia menoleh ke belakangnya siapa tahu ada
sesuatu yang mengganjal.
--
Chelsea menatap
sekelilingnya. Ia heran mengapa ia bisa berada disini. Ia menatap kea rah
telaga itu kembali kemudian ia melihat seseorang menghampirinya. Seseorang yang
sangat ia kenal.
“Kak Alvin?”
Orang itu tersenyum dan
mendekat kea rah Chelsea kembali dan kini berada didepan Chelsea.
“Kak, kakak nyari aku?”
Kini Chelsea bertanya pada sosok itu
“Iya kamu kan adik
kesayangan aku, mana mungkin aku biarkan kamu sendirian ditengah telaga seperti
ini” Ucap orang itu. Chelsea tersenyum mendengar pernyataan Alvin.
“Mari kita pulang, ini
bukan tempat kita.” Chelsea kaget mendengar perkataan Alvin.
“Bukan tempat kita?
Maksudnya apa kak?”
“Ini bukan dunia kita,
kamu harus ikut aku, kita akan bersama kembali” Jawabnya
“Bersama kembali? Apa sih
maksudnya Kak? Chelsea bener bener nggak ngerti deh” Chelsea kembali heran
ditatapnya raut wajah pucat Alvin.
“Kakak lagi sakit? Kok
muka kakak pucat gitu sih?” Tanya Chelsea
“Enggak kok” Balasnya
datar. Kemudian Alvin memegang tangan Chelsea, Chelsea merasakan bahwa tangan
Alvin begitu dingin.
“Kak, kita mau kemana?”
“Udah kamu tenang aja,
kakak akan bawa kamu ketempat lain”
Chelsea pun mengikuti langkah
kaki Alvin pergi. Alvin berjalan begitu pelan dan santai. Chelsea tak sadar
bahwa ia sekarang sedang dibawa kealam lain.
--
Sivia berlari dengan
cepat, nafasny terasa tidak beraturan terdengar. Ia terus berlari seakan tak
peduli jalan apa yang ia lewati. Langkahnya berhenti ketika ia mendengar suara
seorang perempuan yang seakan akan sedang menangis. Sivia terdiam ditempatnya.
Hawa dingin tiba tiba
sangat terasa. Sivia menolehkan kepalanya pelan kea rah suara tangisan itu. Tak
dilihatnya siapapun disitu. Saat sivia hendak melangkah ia kembali lagi
mendengar suara itu. Kini ia merasa bahwa suara itu berasal dekat darinya. Ia
pun menoleh kembali kea rah pohon, perlahan lahan ia melihat dari bawah hingga
ke atas pohon yang disampingnya.
Betapa terkejutnya ia saat
ia melihat sosok wanita bergaun putih yang tergantung di dahan pohon dengan
muka berdarah. Bekas luka kering itu terlihat begitu jelas. Ia melihat kembali
mata orang itu sudah tertutup. Ia menatap kembali dengan seksama sosok wanita
yang ia duga adalah mayat itu. Tiba tiba mayat tersebut membuka matanya lebar
lebar dan kini menatap sivia dengan tajam.
--
Shilla memberhentikan
larinya sejenak. Ia merasa kelelahan. Ia berhenti disebuah pohon dan memutuskan
untuk duduk sebentar. Ia mengatur nafasnya perlahan kemudian memijit kakinya
yang Nampak sudah capek karena berlari tadi. Shilla melihat kearah sekitarnya.
Ia merasa bahwa ia mengenali tempat ini. Shilla mencoba mengingat kembali daya
ingatnya itu. Akhirnya Shilla sadar bahwa ia berpisah dengan Chelsea tepat
ditempat Shilla berada sekarang.
Belum lama shilla
beristirahat, shilla merasakan bahwa ada sesuatu yang bergerak perlahan sedari
tadi. Sosok bayang bayang yang terus pergi entah kemana. Mata shilla menangkap
sosok bayangan gelap itu. Dilihatnya bayangan itu menghilang kembali. Ia
terkejut saat ia merasakan hawa dingin berada dibelakangnya. Ia pun menoleh
kebelakang. Dan bayangan yang ia lihat tadi telah ada tepat dihadapan shilla
sekarang.
--
Cakka mengutak ngatik
hpnya kembali agar ia dapat berkomunikasi dengan teman temannya. Namun sayang
ia berada ditempat yang tidak ada jaringan sama sekali. Ia mendengus pelan dan
kecewa.
“Harusnya kita nggak
seharusnya berlibur ditempat kaya gini” Cakka mendengus kesal sambil menendang
batu kecil yang ada didepannya
“Emangnya kenapa?” Oik
membalas ucapan cakka
“Kita jadi kaya gini. Gue
udah capek harus berhadapan dengan kegelapan dan setan mulu” Ketus Cakka
“Hush, elo nggak boleh
ngomong gitu ditempat kaya gini. Ntar kalo ada beneran gimana? Lagian kan kita
juga nggak tahu kalo kejadiannya bakal kaya gini” Sahut Oik
“Yah coba aja kalo Chelsea
nggak hilang, pasti nggak aka nada kejadian kaya gini. Sekarang kita harus
gimana jug ague nggak tahu” Ucap Cakka kembali
“Yaudah, jangan ngeluh
terus. Yang terpenting sekarang kita masih aman dan sekarang kita cari Chelsea
lagi aja” Timpal oik. Cakka menoleh kea rah oik sambil tersenyum tipis padanya.
Muka oik menjadi merah pada saat itu. namun kegelapan saat itu membuatnya
sedikit tenang karena ia bisa menyembunyikan raut wajah merah meronanya.
--
Gabriel melambatkan tempo
berlarinya. Ia menoleh kebelakang kembali seakan ingin mencari tahu bagaimana
situasi sekarang. Ia memberhentikan langkahnya sejenak. Ia merasakan bahwa ia
sedang berada di jalur yang ia tidak ketahui. Ia melihat kesekitarnya. Ia
tersadar bahwa sekarang ia sudah tak tahu dimana ia berada. Perlahan Gabriel
berjalan sambil melihat kesekitarnya. Gabriel terjatuh saat kakinya tak sengaja
tersandung oleh sebuah papan keras. Gabriel mengeluarkan ponselnya dan
bermaksud untuk menyenter benda apa yang sudah membuatnya tersandung tadi.
“Inikan?”
Gabriel terkejut saat ia
melihat benda yang ia temukan itu. Ia melihat sebuah batu bertuliskan sebuah
nama. Sebuah nama yang sangat teramat asing baginya. Belum lama ia berdiam diri
disitu. Tiba tiba ia merasakan ada sesuatu yang menariknya dari bawah. Ia sadar
bahwa ada sebuah tangan yang muncul dari tanah itu dan berusaha menarik
Gabriel. Dengan sisa sisa tenaganya Gabriel berusaha melepaskan tangan itu dan
berusaha untuk melarikan diri dari tempat itu.
Ia berlari namun ada sosok
yang muncul dihadapannya yang menarik leher Gabriel kencang. Gabriel ingin
berteriak namun suaranya tak bisa keluar sama sekali. Gabriel menatap sosok
itu. sosok itu begitu mengerikan mukanya dipenuhi darah dan tubuhnya dipenuhi
oleh luka luka yang begitu mengerikan.
Sosok itu masih memegang
leher Gabriel dengan keras kemudian mengangkatnya menggunakan tangannya.
Kemudian ia melempar Gabriel ke tanah dengan keras. Lemparan dari sosok itu
begitu keras hingga membuat Gabriel terjatuh lemas dan dari mulutnya
mengeluarkan darah. Kemudian ia tak melihat bayangan itu lagi. Gabriel
merasakan kepalanya seakan berputar putar dan ia tak melihat apapun lagi.
--
Alvin berteriak keras
memanggil Chelsea, ia merasakan bahwa ia sudah jauh berjalan dari Rio. Tak
dilihatnya Rio di belakangnya. Mungkin karena rasa khawatirnya itu membuatnya
tak sadar sudah sejauh mana ia berjalan untuk menemukan adiknya tersebut. Ia
berhenti disebuah pondok kecil. Ia heran dengan pondok itu. Ia kembali
meneriakki nama adiknya itu dengan keras. Tiba tiba keluar seorang lelaki sudah
paruh baya. Hanya rambut putih yang sangat tipis terlihat menutupi kepalanya.
Lelaki itu menatap Alvin dengan pelan. Begitu juga dengan Alvin. Alvin pun
berjalan menghampiri lelaki itu.
“Permisi kek, apa kakek
melihat ada seorang gadis dengan tinggi sekitar segini, berambut panjang.
Kulitnya putih. Tadi lewat disini nggak kek?” Tanya Alvin pelan. Kakek itu kini
menatap Alvin kembali dengan tatapan yang sangat tajam.
“Apa kamu tahu tentang
mitos telaga ini?” Kakek itu kini memberikan pertanyaan kepada Alvin
“Mitos apa kek?”
“Mitos tentang penunggu
disini?” Timpal kakek itu yang membuat jantung Alvin seakan berdetak lebih
kencang.
“Enggak kek” Jawabnya pelan.
“Dengan siapa kamu
kesini?”
“Dengan teman teman aku
kek dan adik aku”
“Carilah mereka dan
bergegaslah pergi dari sini. Tempat ini terlalu berbahaya buat kalian. Cepatlah
sebelum kalian menjadi korban berikutnya” Jelas kakek tua itu pelan kemudian ia
berjalan memasuki rumahnya kembali. Alvin terdiam ditempat dan merenungi ucapan
kakek tersebut. Ia melihat jam yang ada ditangannya. Jam itu sudah menunjukkan
pukul 21.30. Ia pun memutuskan untuk mencari teman temannya yang lain dan tidak
lupa juga dengan Chelsea.
--
Rio berusaha menghangatkan
tubuhnya sendiri. Udara pada malam ini begitu dingin sehingga membuatnya
sedikit menggigil karena kedinginan. Ia melihat kedepan Nampak tak terlihat
bayangan Alvin didepannya. Rio pun melihat kesekitarnya kembali. Dilihatnya
sebuah bayangan yang melintas didepannya. Bayangan itu begitu cepat menghilang.
Namun ia tersadar saat ia
merasakan bahwa kini tubuhnya terseret. Ia terjatuh dengan terlentang. Ia
berteriak dengan keras. Tubuhnya terseret ditanah dengan cepat dan behenti
tepat didepan pohon dengan kencang sehingga membuatnya terhempas dengan keras
membuat Rio terluka dan mengeluarkan darah dari dalam mulutnya.
--
Shilla berteriak keras
saat ia melihat sosok yang ia lihat tadi sangat tampak begitu mengerikan. Sosok
itu kini memegang leher shilla sehingga membuat shilla terlihat sangat
kesusahan dalam bernafas. Shilla berusaha melepaskan tangan yang memegang
lehernya itu dengan sangat erat. Namun apalah daya kekuatan dari gadis itu. ia
tak mampu melawan sosok itu. Tiba tiba saja ada sesuatu yang terlihat di
pikiran shilla. Sesuatu itu seakan nyata. Saat shilla menyadarinya ia nampak
sudah tak berdaya.
--
Chelsea memberhentikan
langkahnya saat ia melihat langkah Alvin terhenti. Alvin menoleh ke arah
Chelsea dan tersenyum kepadanya.
“Sudah saatnya, aku sudah
lelah. Tolonglah aku” Rintihnya pelan. Chelsea masih terheran dengan ucapan
Alvin
“Maksud kakak?”
“Aku ingin melamarnya?
Apakah kamu menyetujuinya?” Alvin kini memberikan pertanyaan yang membuat
Chelsea semakin kebingungan.
“Kak aku nggak ngerti
maksud kakak apa deh, kakak mau melamar siapa sih?” Kini Chelsea kembali
bertanya
“Kenapa kamu begitu
padaku? Apa aku sudah salah selama ini? Apa aku membuatmu merasa menjadi
kesepian?” Tanya Alvin. Ada perasaan sedikit menyentuh dihati Chelsea. Ia jadi
teringat beberapa peristiwa masa lalu disaat ia dan Alvin masih terlihat
sangatlah dekat.
“Kak, Chelsea sayang sama
kakak” Guman Chelsea pelan
“Kenapa kamu
menggagalkannya? Kenapa kamu melakukannya?” Kini Alvin berteriak keras dengan
tatapan tajam kearah Chelsea. Chelsea semakin bingung serta ketakutan. Ia
berusaha berjalan pelan mundur ke belakang.
Saat ia menoleh ke
belakang muncul sosok perempuan yang tak ia kenal memandangnya dengan tajam.
Chelsea kini merasa bahwa ia sedang diapit oleh dua makhluk yang misterius.
Tiba tiba bayangan Alvin tadi berubah menjadi sosok yang mengerikan begitu juga
bayangan wanita yang ada didepan Chelsea. Chelsea kaget tak percaya dengan apa
yang ia lihat. Tubuhnya bergetar hebat. Tiba tiba perempuan itu menarik tangan
Chelsea dengan keras dan membawa Chelsea menuju tempat lain.
--
Sivia tak berkutik saat ia
melihat sosok bayangan itu kini berada didepannya. Tangan daripada sosok wanita
itu kini menyentuh kedua pipinya. Ia merasakan aroma yang sangat tidak enak
dari sentuhan sosok itu. Ingin rasanya sivia berlari namun ia tak bisa karena
kini ia merasa bahwa dirinya sedang terjebak disitu.
Sivia menegukkan air
ludahnya kembali dan berusaha menatap sosok bayangan itu. Sosok itu terlihat
begitu sangat mengerikan. Matanya yang terlihat sudah melepuh serta luka luka
yang begitu jelas terlihat dari wajahnya membuat sosok itu terlihat sangat
mengerikan. Bahkan begitu mengerikan karena ia melihatnya langsung
dihadapannya.
--
“KKa, gue takut nih”
“Gue juga”
“Payah ah lo kan cowok”
“Apa hubungannya? Biarpun
gue cowok kalo dalam situasi kaya gini juga pasti bakal takutlah”
Oik terdiam. Cakka juga
terdiam. Mereka berdua merasa begitu asing dengan tempat mereka sekarang.
“Kita dimana nih?”
“Nggak tahulah”
“Lo lihat anak anak yang
lain nggak?”
“Enggak”
“Kka..”
Oik terhenti berjalan.
Cakka juga ikut berhenti. Cakka melihat oik yang begitu diam. Cakka mendekat
dan berusaha memanggil oik.
“Ikk. Lo ngga apa apa
kan?”
Oik melotot tajam kearah
Cakka. Cakka begitu kaget melihat oik yang sangat berbeda. Oik terlihat begitu
kasar padanya. Cakka berusaha menyadarkan Oik. Oik mendorong Cakka keras hingga
membuat Cakka terjatuh ke tanah. Cakka berusaha berjalan mundur seakan berusaha
menjauh dari Oik. Kemudian Cakka berlari sekuat tenaga namun ia melihat Oik
terus mengejarnya. Cakka akhirnya terjatuh saat ia tak sengaja tersandung
sebuah batu besar. Cakka menyadari bahwa perutnya terasa sakit. Ia memegang
perutnya perlahan dilihatnya cairan cairan begitu membanjiri telapak tangan
Cakka. Cakka mendelik tajam kemudian dilihatnya Oik kini berada didepannya
dengan tersenyum. Raut wajah cakka kini Nampak sangatlah ketakutan. Ia berusaha
berlari dan menghindar dari Oik namun Oik tiba tiba mengeluarkan ranting pohon
yang tak begitu besar. Dilihatnya Oik seperti hendak menusukkan ranting itu
pelan kea rah Cakka. Cakka menutup matanya dengan pasrah menerima keadaannya
sekarang.
--
Bersambung..
Tunggu “We Are CRASS – Bab
5 Part 3” Segera!!
Kritik & saran mention
ke @quotesshivers
Thankyou for reading all!
Lanjutttttttttttt..!!!
ReplyDeleteMakin penasaran aja+makin seremm