Thursday, December 12, 2013

#AshillaKenapaSih Episode 7 - Kok Suka Nge Judge Sih





#AshillaKenapaSih Episode 6 - Fake Friend





We Are Crass - Bab 5 - Telaga Hitam - Part 3



WE ARE CRASS
BAB 5
TELAGA HITAM
PART 3
“Awal Cerita”

Sosok itu kini berada tepat didepan Sivia, ingin sekali rasanya sivia berteriak. Namun rasanya suaranya tak bisa keluar, ia mundur perlahan menjauh dari baying baying itu. ia segera berlari sebisa mungkin, berlari menjauh dari tempatnya berada, berlari ke tempat yang entah kemana kakinya membawanya. Yang jelas ia hanya ingin pergi meninggalkan tempat ini segera.

Friday, November 29, 2013

Katakan........

Descha adalah seorang gadis remaja yang dianggap sempurna, memiliki postur tubuh idaman semua cowok-cowok di sekolahnya, SMA Wijaya Kusuma adalah tempat sekolah Descha dan kawanan teman dekatnya, Tania, Mikha, Tere, Jeni, dan Winda, mereka adalah teman dekat Descha dari kelas satu SMA. Descha memang menyebut mereka hanya teman dekat, baginya sahabat adalah seseorang yang benar-benar mengerti keadaannya, terkadang mereka belum bisa mengerti keadaan Descha. Tetapi keceriaan yang dimiliki Tania, Mikha, Tere, Jeni, dan Winda membuat Descha sering tertawa terpingkal-pingkal karena salah satu dari mereka selalu memberikan lelucon. Pertemanan itu sudah berjalan satu tahun, saat ini Descha dan teman-teman duduk dibangku kelas dua SMA.
“Cha.” Nama panggilan teman-teman untuk Descha.
“Ya.” Jawab Descha singkat.
“Jalan yuk.” Ajak Mikha.
“Hm… gimana ya, gue ada ekskul jurnalistik suara nih.” Descha menatap teman-teman dengan tatapan memelas.
“Ah. Gak asik deh.” Celetuk Tere.
Teman-teman Descha memang memiliki hobi hangout sementara Descha tidak. Sifat dan sikap Descha dengan teman-temannya memang bertolak belakang. Gadis idaman cowok-cowok sekolahnya ini lebih asyik dengan dunianya sendiri, dunia khayal. Sebenarnya ia tidak ingin menolak ajakan teman-temannya, tapi ekskul ini penting banget untuknya. Descha ingat setahun yang lalu, ia pernah menolak ajakan teman-teman dan pada akhirnya dia mendapatkan sanksi sosial alias dicuekin atau tidak diajak bicara selama dua minggu, buat Descha itu hal yang tidak ia sukai. Setelah kejadian tersebut, semua ajakan teman-temannya selalu ia terima. Hari ini, Descha kembali diuji untuk menolak atau menerima tawaran teman-temannya.
“Gue ijin ke Ben dulu ya.” Pamit Descha dan menghampiri Ben. Ben adalah ketua ekskul jurnalistik SMA Wijaya Kusuma sekaligus pacar Descha. Ketika diruang redaksi, Descha melihat Ben sedang mempersiapkan materi.
“Ben sorry ganggu.” Descha mengatakan dengan hati-hati.
“Iya.” Ben menoleh ke arah Descha.
“Gue ijin ekskul ya.” Descha tidak berani menatap matanya Ben karena dia tahu apa yang akan terjadi.
“Udah berapa kali ijin Cha? Mau pergi sama teman-teman lo yang egois itu?” Ben seperti membaca kondisi Descha saat ini.
“Iya.” Ucap Descha singkat.
“Mau sampai kapan Cha lo ngalah terus sama temen-temen lo yang egois itu, yang cuma mikirin dunia happy, foya-foya, dan gak penting itu. Sorry ya Cha, terserah lo gue udah gak bisa lagi ngebantuin lo untuk urusan perijinan.” Ben terlihat kesal. Biasanya Ben sering memberikan alasan yang tepat masalah perijinan Descha yang tidak masuk ekskul jurnalistik, dan semua teman-teman menerima alasan tersebut.
Please.” Kata Descha memohon sambil memegang lengan Ben.
Sorry, I can’t.” Ben meninggalkan Descha sendirian mematung.
Descha menjadi serba salah, ia tidak tahu harus memilih yang mana. Rasanya ia ingin memilih dunia jurnalistiknya, tetapi disatu sisi ia ingin pergi dengan teman-temannya. Ketika keluar ruangan jurnalistik, Descha terlihat tidak bersemangat.
“Gimana Cha?” tanya Mikha.
“Yuk cabut.” Jawab Descha dengan senyuman yang menipu.
“Yuk!” jawab Tere, Mikha, Tania, Jeni, dan Winda bersama-sama.
Selama perjalanan menuju salah satu mall di Jakarta, Descha terlihat tidak berada bersama teman-temannya, jiwanya saja yang ada bersama mereka, tetapi pikirannya ada pada Ben, dan teman-teman jurnalistiknya.

***
“Ben” Descha mengikuti arah jejak kaki Ben melangkah.
“Hm” Ben hanya berdehem.
“Jangan marah dong, hari ini gue ikut ekskul kok” senyum Descha.
Nice.” Singkat Ben.
Hari ini Descha mengikuti ekskul jurnalistik, dan teman-teman Descha masih menerima Descha, untungnya dalam sesi kali ini Descha memiliki ide yang bagus untuk topik majalah yang akan dibuat bulan depan, dan seisi ruangan redaksi menerima ide tersebut. Descha sangat lega, bisa membalas kesalahannya dengan ide yang didapatkannya dalam sekejap. Ben merasa bangga memiliki pacar seperti Descha yang memiliki ide yang luar biasa kreatif. Selesai ekskul jurnalistik, Ben dan Descha keluar paling terakhir dari ruangan redaksi.
“Dasar cewek doyan ngayal.” Celetuk Ben sambil mengelus rambut Descha. Cewek didepan Ben hanya tersenyum lega.
“Pulang yuk.” Ajak Ben sambil menggandeng tangan Descha.
“Yuk.” Balas Descha.
Ketika menuju parkiran motor Ben dan Descha bertemu dengan teman-teman dekat Descha. “Si egois dateng.” Celetuk Ben. “Hei Cha, pulang bareng kita-kita yuk.” Ajak Mikha.
Sorry ya, Descha pulang bareng gue.” Ben menggenggam tangan Descha dengan erat dan mengajaknya untuk pergi dari kerumunan teman-teman egoisnya Descha.
Ben langsung menyetater motornya dan melaju dengan kencang. Descha memeluk Ben dengan erat, kecepatan yang Ben laju membuat pacarnya merasa takut. “Jangan ngebut Ben” kata Descha dalam pelukannya.
Sesampai dirumah Descha, ia langsung turun dari motor pacarnya. “Gue mau tanya sama lo, kenapa sih lo gak bilang aja sama temen-temen lo yang super egois itu, kalo lo tuh capek mengalah terus demi mereka. Gue juga bingung sama lo, kenapa sih lo mau ngalah sama mereka. Emang mereka tuh siapa kamu? Inget gak, setahun yang lalu lo gak ketemu idola lo karena temen-temen lo yang ngajakin pergi ke Bali. Temen macam apa kalau sikapnya kayak gitu sama lo. Teman tuh ya seharusnya bisa ngertiin temannya yang lain, seenggaknya dia peduli sekali aja deh sama lo. Coba sekarang, lo gak ketemu idola lo kan? Kapan lagi coba ketemu idola, kalau gak yang tahun lalu itu? Sekarang cuma nyesel kan?” omel Ben tiada henti.
“Cukup!” kata Descha menahan tangisnya.
“Jangan lembek jadi orang, tegas!” kata-kata Ben membuat Descha mulai meneteskan air mata.
“Gue juga sayang sama mereka, Ben. Gue disini pengen cari teman, bukan musuh.” Isak Descha.
“Gue tahu, tapi gak terus-terusan ngalah gitu kan. Kalau lo sayang sama mereka, seharusnya lo kasih tahu dong perlakuan negatif dia, supaya mereka tuh berubah. Seenggaknya menghargai, peduli sama orang lain. Katakan, bukan dipendem dalam hati. Lama-lama bikin sakit. Gue gak mau lo terus-terusan jadi korban ketidakadilan, karena keegoisan temen-temen lo itu.” Ucapan Ben membuat Descha sadar, dan dia memeluk Ben dengan erat. Betapa bahagianya Descah memiliki pacar seperti Ben, yang selalu memberikan solusi setiap masalah yang terjadi dalam hidup Descha.
“Makasih ya Ben, gue akan coba bilang gitu ke mereka” kata Descha masih dalam pelukan Ben.
“Gitu dong, ayo senyum.” Ben meminta Descha untuk senyum, dan pacarnya pun mengikuti perintahnya.
***
“Gue mau ngomong serius sama kalian.” Descha membuka pembicaraan ketika mereka berkumpul.
“Mau ngomong apa sih serius banget kayaknya.” Celetuk Tania
“Tahu nih, kayak mau interogasi kita aja.” Timpal Jeni.
“Gini, gue ngerasa ada sesuatu yang kurang baik dalam pertemanan kita, dan harus kita ubah.” Descha menjelaskan secara perlahan-lahan agar tidak menyinggung perasaan teman-temannya.
“Maksudnya? Perasaan baik-baik aja kok pertemanan kita.” Tania tidak mengerti penjelasan Descha.
“Iya.” Jawab Tere.
“Gini, lho gue ngerasa kalian tuh kurang perhatian sama sekitar kita. Terlalu mementingkan diri sendiri.” Descha kembali menjelaskan.
“Hm…. Iya gue juga ngerasain gitu.” Potong Winda.
Spontan mata Descha melihat kearah Winda, “Maksudnya ngerasain hal yang sama Nda?” tanya Descha pada Winda.
“Gue ngerti banget maksud Descha apaan, maksudnya diantara kita itu egois kan?”  Winda meyakinkan penjelasan Descha, dan dia mengangguk.
“Iya, gue sebenernya ngerti banget perasaan Descha ketika dia gak bisa ketemu idolanya karena dia pergi liburan sama kita ke Bali, dan dia selalu bolos ekskul demi kita. Gue juga pernah ngalamin hal yang sama, waktu itu gue udah janjian sama Hans untuk pergi ngerayain anniversary, tiba-tiba kalian ngerencanain sebuah kejutan ulang tahun untuk Tania, akhirnya gue lebih mentingin pertemanan ini dari pada Hans, ada hal lain gue juga takut dicuekin sama kalian, dan saat itu juga Hans langsung mutusin gue. Gue berusaha happy di depan kalian, padahal hati gue lagi sakit.” Winda mengingat kembali masa-masa mendapatkan ketidakadilannya. Semua yang mendengar pengakuan Winda tidak dapat berbicara apa-apa, yang ada hanyalah pelukan dan tangisan.
“Gue minta maaf” kata Tere.
“Gue juga.” Tambah Tania, Mikha, Jeni.
Semuanya terasa indah ketika kita harus mengungkapkan apa yang kita tidak sukai dari sikap maupun sifat teman-teman, karena biar bagaimana pun teman-teman tetap berharga dalam hidup.
‘Terima kasih Ben, yang sudah memberanikan gue untuk mengungkapkan perasaan ini pada mereka. Lo emang pacar yang paling baik untuk gue.’ Batin Descha dalam hati dan memeluk Tania, Mikha, Tere, Jeni, dan Winda.


Semuanya akan terasa indah apabila ada suatu penjelasan dari sikap dan sifat kita yang kurang berkenan dihati orang lain. Turunkan keegoisan dan ciptakan keadilan demi terciptanya suatu kebahagian. Semua hal yang ada dalam hidup itu berarti.