Thursday, December 12, 2013

We Are Crass - Bab 5 - Telaga Hitam - Part 3



WE ARE CRASS
BAB 5
TELAGA HITAM
PART 3
“Awal Cerita”

Sosok itu kini berada tepat didepan Sivia, ingin sekali rasanya sivia berteriak. Namun rasanya suaranya tak bisa keluar, ia mundur perlahan menjauh dari baying baying itu. ia segera berlari sebisa mungkin, berlari menjauh dari tempatnya berada, berlari ke tempat yang entah kemana kakinya membawanya. Yang jelas ia hanya ingin pergi meninggalkan tempat ini segera.

--
Cakka menutup matanya saat melihat oik mengayunkan sebuah ranting yang cukup tajam ujungnya. Oik nampaknya sudah tidak sadar lagi. Entah apa yang membuatnya bisa melakukan itu. cakka pasrah. Ia pasrah jika memang ini sudah menjadi akhir hidupnya.
Bruk…
“Oikkk” Teriak Cakka saat melihat Oik terjatuh. Cakka segera bangkit dan bersiap menolong oik, namun ia melihat seseorang dibelakang Oik. Dia adalah Alvin..
“Alvin??” Lirih Cakka pelan
“Kka, dia hamper ngelakuin hal gila tadi sama elo. Untung gue liat dan sorry gue mukul kepalanya pake ini” ucap Alvin menunjukkan sebuah batang pohon yang agak besar.
“Nggak apa apa vin, untung ada elo. Thanks vin. Kalo nggak ada elo, gue nggak tahu gimana nasib gue selanjutnya” sahut cakka
“Terus mau kita apakan oik?” Tanya Alvin
“Entahlah, gue takut nanti pas dia sadar dia bakal kaya tadi lagi” ucap Cakka
“Oh iya ka, lo tau nggak kenapa oik bisa sampai kaya gini yah?” Tanya Alvin
“Enggak vin, gue rasa tadi ada sesuatu berada dalam diri oik tanpa oik sadari yah mungkin. Soalnya tadi tiba tiba aja dia ngambil ranting dan kaya mau nusuk gue gitu.” Jelas cakka
“yasudah, sekarang kita bareng bareng nggotong oik. Dan kita harus nyari temen temen kita yang lain, tadi gue ketemu seorang kakek tua, katanya kita disuruh untuk cepat cepat ninggalin tempat ini” terang Alvin
“Nah gue sependapat sama lo, yaudah ayo kita jalan, biar gue aja yang gendong oik di pundak gue” ucap cakka
“yakin lo? “
“iya, oik itu kan tanggung jawab gue, dan gue ngerasa bersalah juga”
“yaudah terserah lo. Yuk jalan lagi”
Mereka berdua pun kembali menelusuri hutan itu. hutan itu terlihat sangat menyeramkan. Alvin tak bisa melihat jam ditangannya. Yang ia rasa bahwa saat itu benar benar sudah sangat larut. Ia pun terkadang merinding bersama cakka saat mendengar suara suara aneh yang terdengar disepanjang jalan itu.
--
Shilla sedikit tersadar. Ia memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia merasakan badannya sungguh amat lemas tak berdaya. Dilihatnya sekitarnya yang sepi. Ia mencoba bangkit namun tak bisa. Ia mengerahkan tenaganya kembali perlahan lahan ia sudah bisa berdiri namun ia terjatuh lagi. Ia mencoba kembali lagi berdiri setelah beberapa saat ia rasa sudah agak baikan.
Shilla melihat sekitarnya yang sepi. Ia berjalan pelan untuk menelusuri hutan itu kembali. Tak ada pilihan lain bagi shilla untuk menelusuri hutan itu kembali. Itu adalah jalan satu satunya agar ia bisa bertemu dengan teman temannya. Daripada ia menunggu ditempat tadi, justru akan membuatnya semakin ketakutan.
Saat shilla berjalan pelan ia merasa ada seseorang berlari, ia panic. Jujur ia sangat takut. Ia berusaha berjalan lebih cepat lagi agar bisa meninggalkan telaga ini.
Shilla berlari lebih cepat ketika ia mendengar suara langkah kaki orang yang berlari seakan semakin mendekat ke arahanya. Tak peduli seberapa banyak ranting pohon dan gelapnya suasana pada saat itu yang menghalanginya. Ia terus mempercepat langkahnya hingga kakinya menabrak sesuatu.
“Aw…” rintih shilla. Ia melihat apa yang ia sandung, ia berdiri dan ternyata yang ia lihat adalah Gabriel.
“Gabriel” shilla berteriak dengan keras. Ia memegang badan Gabriel yang terlihat dingin, muka Gabriel yang terlihat pucat. Ia mencoba menghangatkan kembali wajah Gabriel dengan kedua tangan shilla. Nampak Gabriel memberikan reaksi. Mata Gabriel pun terbuka sedikit. Gabriel melihat samar samar wajah shilla yang panic dihadapannya.
“yel lo udah sadar, lo nggak apa apa kan?” Tanya shilla. Gabriel mencoba tersenyum sedikit untuk memberikan respon pada shilla. Shilla lega melihat Gabriel, temannya ternyata sudah tidak apa apa. Shilla membantu Gabriel untuk bangkit. Dengan sisa sisa tenaga yang dimiliki oleh shilla ia berusaha untuk membantu meneggakkan kembali badan Gabriel. Ia tahu tenaganya tak akan bisa untuk membopong Gabriel, Gabriel pun mencoba untuk bangkit. Ia sadar bahwa dirinya harus keluar dari sini dan mencari teman temannya yang lain.
--
“Siviaaaa”
Sivia menoleh pelan. Tak dilihatnya siapapun namun ia bisa merasakan suara rintihan yang memanggil namanya berulang kali disitu. Ia berusaha untuk tidak panic dan berusaha untuk mengamati sekitarnya dengan teliti. Dan ternyata ia menemukan suara yang memanggilnya itu berada ditanah. Ia sedang terkapar disana dengan darah di hidungnya.
“Riooo” teriak sivia keras
Sivia berlari menghampiri Rio yang terkapar ditanah. Ia berusaha untuk membantu Rio bangun. Dilihatnya darah yang menetes dari hidung Rio. Sivia mengambil sebuah saputangan yang ada dikantung celana jeans yang ternyata ia simpan untuk berjaga jaga. Ia menyerahkan sapu tangan itu untuk Rio, dan Rio berusaha untuk menghentikan darah dan membersihkan darah darah yang mengalir dihidungnya itu.
“Thanks vi”
“Sama sama yo. Lo udah mendingan belom? Udah bisa bangkit?” Tanya sivia
“Nggak tahu nih, gue coba dulu”
“sini gue bantu”
“aw..” rintih Rio. Ia merasakan sakit pada kakinya. Namun ia bersikeras untuk bangkit. Ia ingat akan teman temannya yang lain. Ia merasa bahwa teman temannya juga pasti mengalami hal yang serupa dengannya jadi ia tak boleh lemah, ia berusaha bangkit kembali dibantu oleh sivia.
“Thank vi”
“Lo yakin udah nggak apa apa nih?”
“Iya”
“Beneran?”
“Iya vi, vi mendingan kita bergegas nyari yang lain gue takut terjadi sesuatu sama mereka. Elo udah ketemu salah satu dari mereka?”
“belom yo, gue juga sama kaya lo. Gue baru nemuin lo setelah gue terpisah dari shilla dan Gabriel”
“shilla? Dia gimana yah, gue takut shilla kenapa napa juga vi”
“tenang yo, shilla gadis yang kuat, yang penting sekarang kita juga nyari mereka. Lo yakin yo?”
“iya, yok jalan”
Sivia berjalan dengan memapah Rio disampingnya. Mereka berjalan pelan karena kondisi rio benar benar belum stabil saat itu.
--
Gadis itu dan Chelsea kini saling berhadapan. Mereka berdua saling bertatap tatapan. Hening. Diam.
“Elo siapa?”Tanya Chelsea
“Gue Mila, gue pacarnya cowok yang tadi nyeret lo”
“Mila, kenapa lo nyeret gue. Dan siapa cowok yang tadi? Dan kenapa dia membawa gue. Dan kenapa dia nyamar sebagai kakak gue? Apa hubungannya sama gue?”
“Karena elo itu sama seperti adiknya.”
“Maksud lo?”
“Mana kalung yang loe ambil dari telaga tadi?”
“Hah? Kalung?”
“iya kalung, kalung yang lo ambil itu adalah milik adiknya, Lisa, dan itu pemberian Leon. Dan itu adalah kenapa elo bisa dibawa sama dia”
“Gue.. gue nggak ngerti deh” Ucap Chelsea terbata
--
Alvin, Cakka dan Oik telah tiba di telaga. Oik nampaknya sudah tersadar. Suara batuk oik membuat Alvin dan Cakka memberhentikan langkah perjalanan mereka. Cakka segera membuat oik duduk disebuah batu besar.  Dilihatnya oik yang masih memegangi kepalanya.
“Ik, lo nggak apa apa kan?” Tanya cakka
“Cakka, gue dimana? Dan Alvin..” ucap Oik
“Iya ik, gue tadi ketemu elo dan cakka.” Balas Alvin
“Kita dimana? Kita belum balik juga?” Tanya oik. Mereka berdua menggeleng pelan.
“Yang lain belum ketemu. Jadi kita belum bisa balik.” Ucap Alvin
“Chelsea juga belum ketemu dari tadi” lanjut Alvin kembali
“Sob, gue ngerti perasaan lo. Lo pasti khawatir banget sama chelsea. Tapi percaya adek lo itu kuat, dia pasti baik baik saja. Lo jangan terlalu khawatir sama dia” terang cakka. Alvin hanya mendengus pelan. Oik pun terlihat sependapat dengan cakka.
“Hey liat deh inikan telaga itu? dan sudah jam berapa vin?” Tanya oik
“jam 23.50 ik. Kenapa emangnya?” ucap Alvin setelah melihat jam tangannya
“Bukannya kalian bilang salah satu yang terpenting dari telaga ini adalah tentang mitos disini? Dan sebentar lagi adalah jam 12 malam. Dan kalian tahu kan tentang mitos yang kemarin kalian katakana itu?” Tanya oik
“Ya, kalo ditelaga mengucapkan permohonan tepat jam 12 malam maka permohonanmu akan terkabul” ucap Cakka
“tapi itu kan hanya mitos ik” sanggah Alvin
“Iya gue tahu vin, tapi inget mitos emang mitos. Tapi kalo kita mempercayainya nggak salah kan? Lagian sebentar lagi juga hamper jam 12 malam dan kita bikin permohonan disini. Kita mohon supaya kita bisa kembali sama temen temen kita” ucap Oik. Cakka pun mengangguk tanda setuju. Alvin diam. Sejujurnya ia tak pernah setuju dengan mitos namun ia melihat jamnya 2 menit lagi adalah tepat jam 12 malam. Baginya tak ada alasan untuk tidak mempercayainya untuk saat mendesak saat ini. dilihatnya oik dan cakka yang sudah menutup mata dan terlihat sedang mengucapkan permohonan. Alvin pun diam. Ia menutup matanya dan mengucapkan suatu permohonan ditelaga itu.
--

12 malam.
Angin bertiup kencang. Chelsea terlihat sedang menahan angin malam. Sejujurnya ia tak suka dengan angin malam. Angin malam itu terasa dingin. Tanpa ia sadari Mila, membawanya kembali ke telaga. Chelsea menerawang telaga itu dengan teliti. Ia melihat sebuah perahu bekas Nampak mengambang dipermukaan telaga. Samar samar ia melihat sebuah bayang bayang yang membawanya melihat ke masa lalu.
“Lisa, bantu kakak dong” Leon berteriak keras pada adiknya, satu satunya yang ia miliki didunia ini.
“Kakak, lisa mau disuruh apa lagi? Kakak nggak liat apa lisa lagi asyik main dihalaman belakang” gerutu lisa
“Lihat kesini deh lis, cepetan.” Perintah Leon
“Apaan sih kak”
“Sini, liat itu, gadis yang memakai sweater merah itu. kamu udah lihat kan? Gimana menurut kamu? Cantik kan?” puji leon, lisa kembali memandang gadis yang leon tunjuk. Lisa kemudian mengreyitkan dahinya sejenak dan berpikir.
“Kak leon suka sama dia?” celutuk lisa dengan asal
“Wah, adik kakak emang pinter yah. Emang kamu bener bener adik kakak” ucap leon sambil tersenyum sendiri. Entah kenapa ada rasa tidak suka dihati lisa saat mendengar pernyataan kakaknya itu.
“Jadi kakak bener bener suka sama dia?” Tanya lisa
“iya kakak sebenarnya udah lama suka sama dia, tapi kakak malu, kita orang miskin beda dari dia” lirih leon pelan
“kak..” ucap lisa
“lis, kamu mau bantu kakak nggak?” pinta leon
“bantu apa kak?”
“bantuin kakak ketemuan sama dia dong.”
Petir seakan menyambar lisa. Entah kenapa untuk kedua kalinya ada rasa tak suka kembali saat kakaknya meminta tolong dirinya untuk hal yang satu ini. namun tak mau mengecewakan sang kakak lisa pun mengangguk dan tersenyum pelan.
Dua bulan berlalu.
Entah kenapa semenjak Leon sudah berteman dengan Mila, gadis yang ditaksir oleh Leon. Leon semakin jarang bersama Lisa. Lisa terlihat menjadi murung. Terkadang ia iri melihat anak anak lain bermain. Ia ingin bergabung namun tak jadi karena ia melihat Mila bersama Leon disana, sampai suatu waktu Leon datang menghampiri Lisa yang tengah berada di telaga. Di perahu yang biasa ia dan Leon gunakan untuk bermain di telaga.
“Lis, ada yang mau kakak omongin sama kamu” ucap leon
“apa kak?”
“dek, kakak mau ngelamar Mila, gimana? Kamu setuju kan?” Tanya Leon. Lisa terkejut mendengar pernyataan Leon itu. Jujur ia tak sanggup jika ia harus melepaskan sang kakak harus tinggal dan menjadi milik orang lain. Ia tak sanggup jika harus membagi kakaknya itu pada orang lain.
“gimana lis? Kamu setuju kan? Kedua orang tua mila sudah setuju, dan rencananya minggu depan kita akan menikah” ketus Leon
“Apa?” Lisa berteriak keras saat Leon mengatakan itu.
“iya lis, maafin kakak yah kakak ngomong ini mendadak banget sama kamu. Kakak yakin kamu pasti setuju aja, iya kan?” Tanya leon.
Lisa diam. Ia tak berani berkomentar apapun. Saat ia hendak berbicara ia melihat gadis yang akan menjadi istri kakaknya itu berjalan pelan kea rah mereka.
“Milaaa, kenapa kamu nggak ngomong kalo kamu akan kesini?” ucap Leon
“Ah nggak apa apa, aku cuman ingin kasih surprise aja ke kamu dan Lisa” ucap Mila
“Liat nih Lis, calon kakak ipar kamu. Gimana baik kan?” puji leon yang membuat sebuah cubitan mendarat di pinggul leon dengan pelan. Lisa yang melihat adegan mesra kakaknya dengan gadis itu pun menjadi gusar.
“Liat aja apa yang bakal gue lakuin ke elo, gue nggak terima kalo kakak gue itu sama elo”
--bersambung--

No comments:

Post a Comment