My First
Love
Cinta Pertama?
Mungkin ini konsep sangatlah basi untuk dibicarakan. Yah siapa
yang tak mempunyai cinta pertama?
Cinta pertama itu membuat kita pertama kali mengenal Cinta.
Dia adalah orang yang membawa kita dan mengajari kita tentang apa itu cinta.
Tak peduli jenis cinta apa yang sedang kita alami pada saat itu. Tapi karena
ada dia itulah yang membuat kita seakan merasakan bahwa dunia sedang ada pada
saat kita. Tak peduli usia kita pada saat kita pertama kali merasakan getaran
gelombang cinta. Memang sulit bagi kita untuk melupakannya. Dia cinta pertama
kita dia yang memulainya apakah dia juga yang akan mengakhiri kisah cintanya?
Aku selalu berharap ketika aku menemukan cinta pertamaku dia
adalah sosok pria yang tampan, baik hati, pintar, tak sombong dan juga dia
adalah tipe lelaki setia. Aku juga berharap ketika aku menemukan cinta
pertamaku disitulah usiaku sudah matang, aku sudah mengerti dan mengenal apa
itu cinta. Sehingga aku tak tertipu lagi dengan kepolosannya dan kalimatnya
yang terlalu berlebihan untuk selalu aku ingat. Namun ternyata apa yang aku
harapkan tak selamanya menjadi kenyataan. Aku mengenalnya secara kebetulan. Dia
yang tiba tiba datang disaat aku masih polos. Disaat aku tak begitu tahu apa
itu cinta. Disaat aku mengira bahwa cinta itu adalah milik orang dewasa saja.
Namun ternyata cinta itu bisa dirasakan oleh semua umur. Termasuk dia. Dia
cinta pertamaku.
~Quotesshivers~
Namanya Cakka. Aku tak terlalu mengenalnya. Bagiku dia adalah
sosok yang menyebalkan. Aku tak menyukainya ketika aku pertama kali masuk ke
sekolah berseragam putih biru tersebut dia adalah orang yang sering mengejekku.
Saat itu aku mengaku bahwa aku bukanlah
gadis yang fashionable seperti gadis gadis yang sering ia temui sebelumnya.
Dandananku pun tak sesuai dengan kriteria para cowok cowok pada umunya. Bisa
dibilang awal aku menginjakkan statusku di seragam putih biru tersebut aku
adalah seorang yang culun. Tak bisa modis dan tak menarik sama sekali.
“Shill, lo udah tau belom lo masuk kelas apa?” Sivia mencoba
membuka percakapannya padaku pada saat ia melihatku didepan gerbang sekolah.
“Udah gue kelas 7c” Jawabku sambil berjalan menuju kelasku
“Oh kalo gitu sama donk, kita satu kelas bareng. Kalo gitu
kita kekelas bareng bareng yah” Ucapnya sambil mengekor dibelakangku
Aku tak begitu ingat darimana aku mengenal sivia. Karena aku
baru di kota ini. Aku ikut dengan tanteku yang sendirian dikota ini jadi berkat
tantekulah aku mendapatkan teman. Seperti yang sudah kukatakan bahwa aku tak
terlalu baik dalam pergaulan bisa dikatakan aku orangnya sedikit tidak terlalu
terbuka. Jadi begitulah pada saat itu aku bisa menghitung dengan jari berapa
orang yang sudah aku kenal. Tak terlalu banyak tapi itu sudah cukup bagiku.
“Eh lo anak baru itu kan?” Seorang pria berteriak dari arah
samping ,aku melihatnya sekilas seorang pria dengan tubuh yang tidak terlalu
tinggi pada saat itu tetapi ia cukup mempunyai wajah yang menjajikan. Dia
kembali melihatku entah darimana dia bisa mengetahui bahwa aku baru dikota ini.
Mungkin karena aku cukup berbeda dari anak anak lainnya. Aku melihatnya bersama
teman temannya sedang berbisik bisik dan kemudian mereka tertawa. Tawa mereka
cukup untuk membuatku geram dan melanjutkan kembali berjalan menuju kelasku.
Setelah aku dan Sivia melangkahkan beberapa langkah kaki pria itu kembali lagi
berteriak ke arahku.
“Eh, gue kira lo cantik ternyata loe jelek yah, Haha bahkan
lebih jelek dari betty lafea. Hahaha”
Batinku cukup sakit untuk mendengar kata kata yang barusaja ia
ucapkan tersebut. Aku tidak terlalu mau membalas ucapannya disitu aku berfikir
bahwa aku masih baru dan aku belom mempunyai cukup teman untuk membelaku jadi
aku putuskan untuk tidak memperdulikannya. Aku kembali lagi berjalan menuju
kelasku.
Dikelas aku masih ada perang batin, ingin rasanya aku memukul
pria tersebut. Aku ingin menggunting rambutnya bahkan membawakan satu kilo cabe
rawit untuk menyumpal mulutnya agar ia tak mengatakan hal tersebut. Tapi apa yang
bisa aku perbuat. Aku hanyalah sendiri. Aku hanya bisa mengalah pada saat itu.
Beberapa bulan kemudian dia masih saja bersikap sama. Aku
selalu saja menjadi korban ledekannya. Aku tidak tahu kenapa dia selalu
meledekku. Apa yang salah pada diriku. Haruskah aku memohon padanya agar dia
tidak terus terusan mempermalukanku. Terkadang aku merasa malu ketika aku
berjalan dan melewatinya saat dia bersama dengan teman temannya dia seringkali
mengejekku.
“Eh liat tuh gadis buruk rupa”
“Heh gadis buruk rupa sana pergi lo, males liat muka lo”
“ Dasar gadis jelek, Haha”
Begitulah kalimat yang sering aku dengar dari mulutnya. Aku
tak pernah mengelak dan menyangkal bahwa apa yang dia katakan itu bohong. Apa
yang dia katakan memang benar aku hanyalah seorang gadis yang tak cantik.
Mungkin aku cocok dengan gambaran betty lafea pada saat itu. Tapi bedanya aku
tidak menggunakan kacamata.
Pada saat pulang sekolah aku berjalan sendiri untuk pulang aku
melihatnya baru keluar dari kelas tapi aku tak mau mempedulikannya.
Kulangkahkan kakiku untuk segera cepat dalam berjalan namun aku melupakan suatu
buku yang aku tinggalkan dilaci meja kelasku. Aku pun berbalik dan aku tidak
sengaja menabraknya. Tidak pada saat itu kami bertabrakan aku melihat dengan
jelas wajahnya, begitupula dia mungkin pada saat itu dia menatapku dengan heran
karena wajahku sangat jelek. Apalagi itu sudah pulang sekolah dan cuaca sangat
panas panasnya disitu. Tak terbayang betapa buruknya wajahku pada saat itu.
Setelah kami tersadar dia menatapku seolah olah akan menerkamku.
“Eh jelek makanya lain kali kalo jalan liat liat donk, lo
punya mata gak sih”
“Udah tau jelek masih aja ceroboh, gimana nanti kalo gue
ketularan jeleknya sama kaya elo, bisa bisa gada lagi cewek yang mau sama gue”
Ucapnya terus menerus sambil memarahiku.
Aku terus memandanginya rasanya batinku semakin tertekan
dengan ucapannya. Mungkin benar kesabaran itu pasti akan habis pada waktunya.
Dan kini kesabaranku sepertinya sudah berakhir aku tak kuasa menahan rasa
amarahku padanya. Aku mulai menatap wajahnya dan akupun memberanikan diri menatap
matanya itu.
“Gue gak tahu apa salah gue sehingga elo sering ngejek gue.
Asal lo tau biarpun gue jelek tapi gue gak sejelek hati elo yang gampang
mempermainkan perasaan wanita begitu saja” Ucapku sambil menitikkan air mata.
Aku berlari menjauhinya dan berusaha untuk menghapus air mataku. Sepanjang
perjalanan aku selalu mengingatnya. Aku mulai merasa bahwa aku membencinya. Dia
menyebalkan amat sangat menyebalkan. Aku memutuskan pada saat itu aku harus
memulai perubahan dalam diriku sehingga tak ada lagi yang mengejek dan
menghinaku lagi.
~Quotesshivers~
Beberapa bulan kemudian tak terdengar lagi suaranya
mengejekku. Saat aku berjalan melewatinya dia hanya diam saja. Teman temannya
pun seolah mengatakan bahwa aku ada disitu dan menyuruhnya untuk kembali
mengejekku seperti biasa namun tak sedikitpun keluar kata kata dari mulutnya.
Akupun heran melihatnya. Sampai suatu saat teman sekelasku yang kebetulan
adalah teman dekatnya datang memberiku sebuah surat. Tak perlu susah dan lama
akupun membuka surat itu sebelum aku membaca surat itu aku menanyakan dari
siapa surat itu berasal. Aku heran dengan jawaban dan isi surat tersebut.
“Nih ada surat buat lo” Rio menyodorkan selembar kertas yang
telah dibuat menyerupai surat kecil. Aku melihat surat yang ia pegang dan
menerimanya kemudian aku menatap mata Rio tersebut dengan penuh tanda Tanya
“Dari siapa?” Ucapku heran
“Dari Cakka” Balas Rio sambil pergi meninggalkanku. Aku
melihat dia pergi kemudian aku duduk dan membuka surat tersebut memang konyol
pada saat itu sebuah ponsel belom terlalu banyak beredar apalagi dikalangan
para pelajar. Jadi sepertinya suratlah yang masih mendominasi pada saat itu.
Dear Shilla,
Maaf karena selama ini aku banyak
menyakitimu.
Maaf karena membuatmu menangis pada saat itu.
Aku tahu aku salah. Dan aku sungguh sungguh
meminta maaf padamu
-Cakka-
Begitulah tertera disurat tersebut. Sivia yang notabene teman
sebangkuku melihatku membaca surat ia pun melihatnya dan melihat nama
pengirimnya dia menatapku sesaat.
“Dari Cakka? Hati hati dia Playboy, bisa jadi lo lagi diincar
sama dia, apalagi sekarang lo kan makin cantik” Ucap Sivia seolah kata katanya
itu meyakinkanku.
Aku kembali melihat surat itu dan kembali lagi memikirnya kata
kata Sivia. Yah aku sudah mendengar beberapa gossip yang mengatakan tentang
Cakka seorang playboylah suka gonta ganti cewek lah. Namun itu tak bisa
menyangkal perasaanku. Ada perasaan aneh saat aku menerima surat ini. Namun aku
tak berniat sama sekali untuk membalasnya. Aku berfikir jika dia memang tulus
ingin meminta maaf padaku kenapa dia tidak mengatakannya langsung. Kenapa harus
melalui surat.
Setelah itu aku kembali lagi masuk kesekolah hari ini adalah
pelajaran olahraga. Pelajaran yang tidak aku sukai. Apalagi saat itu adalah
lari aku sangat membencinya harus ku akui segala bidang olahraga tak ada yang
bisa ku kuasai kecuali melempar. Tapi mana ada olahraga melempar. Aku pun
berpura pura sakit dan aku dipersilahkan untuk duduk dan melihat teman temanku
berolahraga. Pada saat itu aku seperti melihat bayangan orang yang sedang
memperhatikanku. Namun ketika aku melihatnya kembali aku tak mendapatinya. Dia
hilang begitu saja.
“Eh shill, lo ngeliatin apa” Rio mengagetkanku dia duduk
disampingku
“Elo udah selesai olahraganya?” Ucapku mengalihkan pertanyaan sambil
menggeser tempat dudukku
“Udah, oh iya gue mau nanya kenapa elo gak balas surat dari
cakka?” Tanyanya
“Kenapa ? dia nanyain itu?” Tanyaku kembali
“Iya dia ngaku kalo dia bersalah. Trus minta gue bilang ke elo
supaya elo mau bales suratnya itu” Ucapnya kembali
“Buat apa gue ngebalasnya? Kalo emang dia salah dan mau minta
maaf dia minta maaf aja langsung gak perlu pake surat kan?” Ucapku dengan nada
sedikit ada penekanan
“Ia juga sih, tapi dia masih belo berani nemuin lo. Jadi
mending untuk saat ini pake surat aja katanya” Ucapan Rio barusan membuatku
heran dan bertanya Tanya
“Kenapa dia gak berani?” Tanyaku dan Rio menggeleng. Aku
menatap ke arah lain dan berusaha berpikir bagaimana untuk menyelesaikan
persoalan ini.
Hari itu pada saat istirahat aku memberi Rio sebuah surat
balasan untuk Cakka, dia tersenyum kepadaku kemudian dia pergi menemui
sahabatnya itu.
“Dasar aneh mau maunya sih elo jadi tukang pos Yo” Ucapku
dalam hati sambil melihat Rio pergi berjalan meninggalkan kelas
Pulang sekolah aku tidak menyangka Cakka berdiri disamping
pintu kelasku. Aku melihatnya sekilas dan kemudian Rio berdiri membisikan
sebuah isyarat padaku
“Lo tunggu dulu Cakka mau ngomong sesuatu sama lo” Ucap Rio
kemudian dia berjalan menuju pintu dan seolah mengatakan pada Cakka. Aku
melihat sekelilingku tidak ada orang kecuali masih ada Aku, Cakka dan Rio yang
masih terlihat pada saat itu. Aku duduk di meja guru. Aku memasukkan buku yang
dari tadi ada dtanganku kedalam tas. Kudengar sebuah langkah kaki berjalan
menuju kearahku.
Kuarahkan pandanganku padanya. Dia masih sama tak ada yang
berubah darinya matanya, hidungnya, mulutnya tak ada yang berubah sedikitpun.
Ada sedikit perasaan gelisah yang terserit didadaku pada saat itu. Ingin sekali
aku melarikan diri dan memutuskan untuk tidak melihatnya lagi. Namun niat itu
aku tunda aku mulai menegakkan badanku seolah mengatakan bahwa aku tak takut
padanya dia menatapku kembali.
“Shill, maaf ya karena waktu itu gue bikin elo nangis” Ucapnya
dengan nada sendu. Aku terdiam aku bingung apa yang harus aku katakan padanya.
Apakah aku harus marah apakah aku pergi meninggalkannya langsung seolah tak
ingin mendengar penjelasan dan maaf yang keluar dari mulutnya. Bukankah aku
yang menyuruh Rio untuk mengatakan pada cakka bahwa cakka harus menyampaikanya
langsung. Dan surat balasan itu? Aku lupa. Aku ingin sekali memukul kepalaku
seolah aku ingin memarahinya kenapa aku bisa berfikir menulis isi surat seperti
itu padanya.
Cakka,
Pulang sekolah kalo loe memang punya nyali temui gue dan minta maaf langsung!
Buktikan kalo elo bukan seorang pengecut.
-Shilla-
Aku tak menatap cakka aku menundukkan kepalaku. Aku merasa
bodoh untuk membalas surat dengan isi seperti itu.
“Shill, gue tahu gue salah, gue akan ngelakuin apa yang lo
minta asalkan elo maafin gue, plis maafin gue shill” Ucapnya dengan mimic sedih
dan seperti tak dibuat dibuat. Bahkan yang membuat aku terkejut ketika melihat
dia berlutut dan memohon padaku, aku kaget sangat kaget dibuatnya
“Udah kka, udah lo tenang aja udah gue maafin kok” Ucap gue
sambil membantunya berdiri kembali
“Beneran?” Tanyanya
“Iya “ Jawabku kembali dan membantunya membersihkan sedikit
debu dibadannya. Dia menatapku kembali.
“Shill, elo mau nggak jadi pacar gue? Gue janji selama gue
jadi pacar lo gue akan nebus kesalahan gue, plis” Cakka langsung menanyakan hal
itu langsung aku bengong dibuatnya. Aku tak tahu harus menjawab apa tapi entah
apa yang ada dikepalaku saat itu. Aku menundukkan kepalaku bermaksud untuk
memikirkan jawaban untuk diberikan kepadanya namun sepertinya dia salah sangka
dia mengira aku menerimanya. Dia berteriak pada saat itu. Berteriak kegirangan
seperti saat seorang cowok yang diterima saat ia menyatakan cintanya pada cewek
yang ia cintai.
“Yee, thanks ya shill, gue pasti akan selalu mencintaimu”
Itulah ucapannya yang selalu aku ingat. Dan membuatku geli saat mengingatnya.
Cinta itu masih cinta monyet namun kita seperti orang dewasa yang terlihat
serius dalam menjalani suatu hubungan.
Bulan demi bulan aku lalui bersama Cakka, dia ternyata tak
seburuk yang aku kira. Dia baik. Bisa dikatakan baik banget malah. Akupun harus
menarik ucapanku yang mengatakan dia menyebalkan. Ternyata tidak. Ketika aku
berjalan sendiri melewati kakak kelasku dia datang mendampingiku. Aku senang
ketika bersamanya aku merasa dia adalah pria yang memang menjadi kekasihku
kelak. Bukan hanya saat ini namun berharap untuk hari hari selanjutnya juga.
Namun ternyata kisah kita tak berakhir sampai disitu angkatan
barupun mulai datang dan itu membawa beberapa gadis gadis cantik dan segar
dihadapannya. Dia kembali lagi dengan sifat playboynya yang sudah hilang sejak
berpacaran denganku. Aku mulai merasa takut ada kecemasan dan kekhawatiran
dalam diriku akan sifatnya. Yah memang susah untuk membuat seorang playboy
untuk tobat. Bahkan walau kita sudah berpacaran cukup lamapun tak menjanjikan
bahwa sifat playboynya akan menghilang begitu saja. Aku sangat sakit hati
melihat Cakka pedekate dengan adik kelasku,Nadya namanya. Dia mungkin lebih
cantik dan kaya dariku tapi secara latar belakang dia tak sesuai denganku.
Latar belakang keluarganya cukup terkenal sehingga membuatku mengetahui bahwa Nadya
dan Cakka sama sifatnya.
Alhasil hubungan yang telah aku jalin selama 8 bulan terputus
karena Nadya, ternyata Cakka lebih memilih untuk bersama Nadya saat ini.
Baiklah aku menerima keputusannya itu. Tak lama juga akupun berpacaran dengan
Alvin dia adalah kakak kelasku. Aku tak tahu kenapa aku bisa berpacaran dengan
kakak kelasku tersebut. Tapi hubunganku dengan Alvin sama seperti hubungan
Cakka dengan Nadya hanya bertahan beberapa bulan.
Bulan pun berlalu aku dan Cakka memutuskan untuk kembali lagi
memulai hubungan itu. Cakka berjanji
bahwa ia akan setia padaku. Yah setidaknya ia mengatakannya dan ia menepatinya
beberapa bulan.
~Quotesshivers~
Angkatan baru muncul kembali kini aku menjadi kakak kelas
tertua itu berarti aku menjadi kakak kelas yang disegani oleh angkatan
dibawahku. Aku tak bisa menyangkal jika sifat cakka itu kembali lagi. Aku
mendengar dari temannya bahwa cakka sedang sibuk pedekate dengan adik kelas
baru. Dan aku terkejut ketika mengetahui siapa yang menjadi incara Cakka selanjutnya.
Dia adalah Chelsea. Aku dan Chelsea sudah cukup saling mengenal bahkan aku
menganggap Chelsea seperti adikku sendiri. Aku tak kuasa menahan tangis saat
Cakka memutuskanku secara sepihak demi Chelsea. Aku tak bisa mengungkiri
Chelsea saat itu masih 12 tahun jadi ia masih tidak tahu apa apa sedangkan aku,aku
sudah mau berusia 15 tahun yang sedang proses pembelajaran pendewasaan. Namun
aku berusaha untuk tidak menyalahkan Chelsea seperti pada gadis gadis yang
selama ini menjadi pacar Cakka. Namun aku tak tahu apa yang membuatku begitu
sakit ketika melihat Chelsea dan Cakka. Aku melihat banyak kesamaan pada
mereka. Huruf depan inisial nama mereka yang selalu menjadi lambang mereka
berdua. Mungkin sifat Chelsea yang ceria yang berbeda denganku. Sifat Chelsea
yang asik dan sebagainya. Namun aku tidak bisa menyangkal akan perasaanku pada
saat itu. Sakit sekali rasanya Cakka memutuskanku secara sepihak tanpa
menjelaskan apa apa padaku. Dibelakang kelas menjadi saksi banyaknya air mata
yang keluar dari mataku. Aku tak peduli apa tanggapan orang orang yang
melihatku seperti itu. Yang terpenting untuk saat itu aku hanya ingin meluapkan
amarah dan kekecewaanku dengan menangis. Sivia kembali datang dan terus
menghiburku bahkan ia selalu memberikanku masukan bahwa aku harus kuat dan
tidak boleh lemah.
“Shill, masih banyak cowok lain diluar sana yang lebih
menyayangimu, aku yakin kamu pasti bisa menemukannya suatu saat nanti” Sivia
mengucapkan hal itu sambil mengusap airmataku dan kemudian memelukku.
Pada saat aku berulang tahun yang ke 15 aku tidak menyangka
dia akan memberikanku sebuah kado, seingatku aku bahkan tak pernah
mengundangnya di acara pesta ulang tahun yang kurayakan bersama teman temanku.
Bahkan Chelsea pun pada saat itu aku undang. Yah Chelsea dan Cakka sudah putus.
Namun aku masih bersikap seolah tak ada masalah walau masih ada bekas luka yang
tersisa.
Lagi lagi aku menerimanya dari Rio, sahabatnya itu. Rio
memberikanku sebuah bingkisan selang satu minggu setelah ulangtahunku. Aku tahu
bahwa dulu Rio sudah menyukaiku namun ketika dia mengetahui bahwa sahabatnya
Cakka juga menyukaiku dia mengundurkan diri dan dia lebih memilih untuk
mengorbankan perasaannya daripada kehilangan sahabatnya. Cukup dramatis bagiku.
“Nih buat elo” Rio menyodorkan sebuah bingkisan kado bewarna
coklat tersebut
“Dari siapa?” Tanyaku
“Didalam ada suratnya ntar pasti lo tau” Ucapnya dengan jelas
dan kemudian meninggalkanku. Aku masih menatap bingkisan besar itu dan mengira
ngira apa isinya.
Sampai dirumah aku bergegas menuju kamar dan membuka bingkisan
itu. Setelah aku membukanya aku melihat sebuah bantal hati dengan ukuran besar.
Aku memegang bantal itu ditengah bantal itu ada tulisan “ I LOVE YOU”
Aku kembali menatap bantal itu dan aku menemukan surat yang
terselip dibantal itu.
Dear
Shilla
Happy
Birthday, biarpun kita tidak bersama tapi aku akan selalu ada bersamamu.
Jika
aku tak ada bersamamu dikehidupan nyata ijinkan aku bersamamu dimimpimu.
Bawalah
aku bersamamu dalam mimpimu. Aku berharap ketika kamu tidur menggunakan bantal
ini kamu akan memimpikanku. Di mimpi itulah kita berdua akan bersama tanpa ada
satu orangpun yang akan mengganggu kita.
Kamu
tahu alasan aku pertama kali menyukaimu?
Ya
karena kamu menangis. Kamu terlihat sangat cantik saat menangis. Aku tidak tahu
kenapa. Aku tidak berharap kamu terus terusan untuk menangis agar kamu terlihat
cantik. Tapi aku berharap agar kamu tidak menangis didepan orang. Aku takut
mereka yang melihatmu akan menyukaimu. Egois memang sifatku tapi aku tak bisa
menyangkalnya. Aku akan tetap pada janjiku. Aku selalu mencintaimu.
Happy
Birthday Shilla. I LOVE YOU
Cakka
Airmataku tak terasa keluar dari mataku. Aku menangis membaca
tulisan tersebut aku tidak menyangka ternyata Cakka masih menyimpan perasaan
yang sama sepertiku. Aku benar benar merasa tidak ingin kehilangannya.
~Quotesshivers~
Setelah beberapa bulan aku melihatnya berpacaran dengan Aren,
satu angkatanku. Menurutku Aren tidaklah cantik. Dia hanya cewek biasa. Mungkin
dia pintar itulah kelebihannya dimataku. Aku tidak tahu kenapa Cakka bisa memilih
Aren? Padahal sebelumnya yang aku tahu Cakka tidak tertarik untuk memacari
gadis gadis yang “pintar” namun kali ini cakka melakukannya. Aku melihat dari
kaca jendela saat Cakka memberikan bunga pada Aren, bahkan saat itu teman
temanku sibuk menyoraki Cakka dan Aren yang terlihat mesra. Aku lemas
melihatnya. Aku kembali lagi duduk dibangkuku aku tak peduli apa yang akan
dilakukan Cakka selanjutnya. Tiba tiba Angel datang menghampiriku.
“Elo gak cemburu Shill liat Cakka sama Aren berduaan mesra mesraan
kaya gitu?” Tanyanya dengan serius
“Nggak kok kita kan udah nggak ada hubungan apa apa lagi, buat
apa aku cemburu” Ucapku seolah menyakinkan Angel. Padahal apa yang aku ucapkan
bertolak belakang dengan kenyataan yang ada didalam hatiku sebenarnya. Aku diam
aku hanya memikirnya UN yang sudah ada didepanku ketika itu.
Sebelum UN aku pernah bertemu dengan Cakka sekali aku
melihatnya sedang membaca buku pelajaran. Hal yang aneh yang pernah aku lihat.
Selama ini aku tak pernah melihat Cakka membaca buku pelajaran. Bahkan nilai
nilainya saja selalu masuk dalam daftar remedial. Aku berfikir mungkinkah Aren
yang melakukan ini. Kemudian aku melihat Aren berjalan ke arahnya dan duduk
disampingnya. Aku cukup mengetahui jawaban apa kehebatan Aren dan kenapa Cakka
bisa lebih memilih Aren daripadaku.
“Aren bisa membuat Cakka lebih baik sedangkan aku?” Aku
menanyakan hal itu dengan nada sedih dalam hatiku. Kemudian aku meninggalkan
untuk melihat mereka aku kembali lagi focus pada UNku. Dan bersiap untuk
mempersiapkan sekolah baru.
UNpun telah selesai. Kini kita semua lulus. Aku berpelukan
dengan teman temanku setelah menunggu beberapa jam pengumuman. Aku lega tapi
aku sedih. Aku sedih karena setelah ini aku akan kembali lagi ke kota asalku
dan meninggalkan seluruh kenangan yang ada disini. Aku juga sedih tak bisa lagi
melihat Cakka kembali. Aku menundukkan diriku hari itu sambil menatap lembar hasil
UNku.
“Selamat ya kita semua lulus”
Aku mendengar suara yang selama ini aku rindukan. Suara yang
dulu selalu menemaniku. Suara yang hilang akhir akhir tahun ini. Suara itu
datang kembali aku menatap si pemilik suara kemudian tersenyum kepadanya.
“Selamat” Ucapnya sambil member isyarat tangannya yang mau
berjabat tangan dengaku. Akupun mengulurkan tanganku dengan niat membalas
uluran tangannya dan mengucapkan selamat tinggal dalam hatiku.
“Elo mau balik ya ke kota lo?” Ucapnya
“Lo tau darimana?” Tanyaku
“Sivia yang bilang”
Aku diam aku membisu seketika disitu, aku tak tahu harus
mengatakan apa lagi. Hanya diam yang bisa menjadi jawabanku seketika itu.
“Gue harap lo disana bahagia yah, jangan lupa sama gue, eh sama
kita maksudnya” Ucapnya sedikit bercanda. Aku kembali menatapnya aku melihat
matanya seolah sedih menatapku tapi ia berusaha untuk menutupinya.
“Gue kesana dulu ya” Cakka mengucapkannya sambil berlalu.
Namun setelah beberapa langkah dia kembali lagi menatapku. Aku pun kembali
menatapnya. Ia seperti orang yang hendak mengungkapkan sesuatu namun ia gelisah
untul mengatakannya.
“Shill, biarpun selama ini gue sering salah sama lo tapi
terimakasih elo telah hadir di hidup gue, dan elo adalah mantan gue yang
terindah sekaligus first love gue shill, gue harap kita akan bertemu lagi suatu
saat nanti” Ucapnya sembari tersenyum dan meninggalkanku tanpa ingin mengetahui
apa jawabanku
“Gue juga kka, elo first love gue dan elo adalah hal terindah
yang pernah sempat gue miliki” Jawabku sambil menangis.
Kini tak ada lagi cakka dalam kehidupan gue. Gue tetap Shilla
gadis dewasa yang hidup tanpa Cakka. 7 tahun berlalu dan kini gue masih belom
bisa melupakannya. Masih ada sedikit ingatan ttg dia. Yah Cakka yang pernah
menjadi belahan gue dan masa lalu gue.
“Gue harap suatu saat kita akan bertemu kembali. Kalo emang
kita berdua jodoh pasti ada saatnya kita dipertemukan kembali” Ucapku sambil
memeluk bantal hati itu. Bantal yang selalu menemaniku setiap saat itu.
“I will always waiting you My First Love”
END
Kritik & Saran Mention -> @Quotesshivers
No comments:
Post a Comment