Pohon Cinta
A short story
from Quotesshivers
Pohon ini adalah ibarat lambang
cinta kita. Pada saat ia masih muda ia masih lemah, saat beranjak dewasa ia
sudah mulai kokoh. Pohon inilah yang ikut menjadi saksi cerita kita. Pohon yang
mempertemukan kita pada suatu hal. Hal yang akan membawa kita untuk merangkai
sebuah cerita, cerita antara aku dan kamu. Cerita tentang masa indah kita dan
cerita tentang kesedihan kita. Pohon ini terlalu banyak memberi kenangan yang
begitu mendalam pada kita. Aku berharap pohon ini akan hidup sampai bertahun
tahun. Seperti aku dan kamu yang akan selalu bersama sampai kapanpun.
“Dasar
anak gak tau diuntung, kamu ini kerjanya membantah terus, mau kamu itu apa?”
Teriak seorang lelaki paruh baya itu kepada anak lelakinya
“Pa
sudah puaskah memarahi aku seperti itu? Sekarang aku mau keluar daripada harus
mendengar ocehan papa terus” Ucap anak lelaki itu sambil meninggalkan lelaki
paruh baya itu yang terlihat sedang menceramahinya. Lelaki paruh baya itu hanya
bisa melihat kelakuan anak lelakinya tersebut dengan geram namun ia tak dapat
berbuat apa apa lagi percuma saja ia menasehatinya terus meneruh namun anaknya
tidak pernah peduli padanya.
Langkahku terhenti didepan sebuah rumah yang
terletak tidak jauh dari rumahku . Selama beberapa akhir ini ketika Aku lewat depan rumah ini Aku sering
mendengar samar samar seperti suara orang yang sedang bertengkar namun aku
tidak mau ikut campur. Aku hanya bisa melihat rumah ini dari luar saja dan
seakan akan bertanya pada diriku sendiri apakah aku harus masuk untuk
melihatnya. Namun niatku itu kupendam dalam dalam agar Aku tidak ingin dianggap
seperti orang yang sok tahu. Kemudian aku kembali menatap gerbang rumah yang
berada didepanku ini sudah tidak terdengar suara lagi. Ketika aku hendak
memalingkan badan untuk segera beranjak pergi dari situ tiba tiba keluar
seorang pria yang tak asing. Aku tidak
mengenalnya terlalu jauh. Kemudian Dia menatapku sejenak. Akupun menatapnya.
Aku melihatnya. Perasaan itu kembali membututiku. Namun ketika aku melihat tatapan
matanya itu terlihat menjanggal dihatiku. Diapun kemudian pergi. Sedangkan mataku hanya bisa mengikuti arah
langkahnya saja. Akupun tak mau terus berdiam diri mematung disitu Aku juga bergegas
kembali kerumahku dengan perasaan mengganjal dihatiku.
“Kok
makanannya cuman di lihat aja sih? Dimakan donk sayang” Mamaku yang tersadar
bahwa aku dari tadi sedang melamun pun menepuk pundakku sambil bertanya
perlahan
“Iya
ma aku makan kok cuman hari ini shilla lagi diet jadi enggak makan banyak ma”
Jawabku sambil tersenyum
“Kamu
kenapa shilla? Lagi ada masalah ya?” Mamaku bertanya kembali
“Engga
kok mah, shilla baik baik saja” Jawabku sambil terus memutar kembali ingatanku
tentang lelaki tadi.
Esoknya aku berangkat lebih pagi
dari biasanya. Hari ini aku kembali melewati rumah tersebut seperti biasanya namun
ada suatu hal yang mengejutkanku terlihat dari kejauhan. Pria itu kini sedang
di depan gerbang rumahnya dan ia sedang duduk diatas motornya. Melihat hal itu aku
terus mempercepat langkahku. Aku melewatinya dengan tertunduk. Wajahku tak
sanggup untuk melihatnya. Ketika aku terus berjalan dan terus mempercepat
langkahku Aku mendengar suara motor yang seakan sedang mengikutiku. Suara motor
itu terdengar sangat jelas dan semakin jelas. Aku pun terdiam, langkahku
terhenti ketika melihat pria itu kini tepat berada didepanku. Ia masih berada
diatas motornya. Kemudian ia membuka kaca helmnya dan menatapku sekilas.
“Elo mau kesekolah yah?” Ucapnya
sambil menatapku
“I..i..ya…” Jawabku dengan terbata
bata
“Gue anter ya” Balasnya dengan
singkat namun cukup membuat aku kaget. Mukaku kembali memerah aku merasakan
suatu getaran yang berbeda dari sebelumnya. Aku kembali memandanginya dengan
mimic wajah seperti tidak percaya. Kemudian ia menawarkan helm ke tanganku. Aku
hanya bisa melihatnya tak berkutik. Melihat hal itu ia kemudian langsung
memakaikannya dikepalaku. Aku merasa sangat grogi dengan perlakuannya itu.
Kemudian ia memberikan kode kearahku agar aku bergegas menaiki motornya. Akupun
mengikuti kemauannnya. Kini aku pergi kesekolah bersama seorang pria yang tak
ku kenal jelas tapi ia telah berhasil mengenal ruang hatiku.
“Makasih ya” Ucapku setelah aku
sampai tepat di depan sekolahku. Kemudian aku melepaskan helm dari kepalaku dan
berniat untuk mengembalikannya kepada pria itu.
“Udah pegang aja, lo pulang jam 1
kan? Nanti gue jemput lo disini jam 1” Ucapnya kemudian ia langsung pergi
meninggalkanku. Aku masih terdiam dengan sikapnya tersebut.
“Itu
tadi pacar baru lo ya shill?” Ucap ify membuyarkan lamunanku didalam kelas
“Yang
mana?” Balasku
“Yang
tadi yang nganterin lo itu, gak seru lo masa punya pacar kagak cerita ke gue”
Ucapnya kembali
“Bukan
kok”
“Lah
terus tadi itu kenapa bisa nganterin lo?” Tanyanya dengan heran
“Gue
juga gak tahu fy, gue aja nggak kenal sama dia” Balasku sambil menatap arah
depanku.
“Mungkin
dia suka kali sama elo” Jawab ify yang membuatku menoleh padanya
“Suka?
Nggak mungkin” Balasku kemudian aku kembali dengan lamunanku.
Ucapannya memang benar, selesai
pulang sekolah aku melihatnya sudah didepan gerbang sekolah kemudian aku
menghampirinya. Aku ingin sekali menolak ajakannya kali ini namun ia sudah
menghidupkan kembali mesin motornya itu dan kemudian memberikanku sebuah kode
untuk segera naik. Mau tak mau aku kemudian mengikuti kemauannya kembali.
Selama di perjalanan kami terus diam.
Motor ini kini telah berhenti
disebuah taman yang terletak agak jauh dari kota. Aku menatapnya heran dia
masih membuka helmnya kemudian dia berjalan kearah taman itu
“Ini dimana? Kenapa lo bawa gue
kesini” Ucapku dengan cepat mengikuti langkahnya.
“Tenang gue gak bakal ngapa ngapain
elo kok, gue cowok baik baik” Balasnya
Gue hanya bisa lega mendengarnya.
Setidaknya pikiran negative tentang cowok itu perlahan mulai lenyap dari
pikiranku. Aku kembali mengikuti langkahnya, aku memandangi sekitar taman ini.
Indah. Sangat indah. Aku belum pernah kesini sebelumnya. Kemudian aku melihat
pria itu berhenti ia melihat ke sekitar taman sepertinya ia mencari tempat
untuk berteduh. Awan kini sudah berubah menjadi berwarna agak kehitaman. Aku
pun merasakan rintik hujan yang perlahan turun. Ia kemudian menggandeng
tanganku. Kini aku dan dia berada di bawah sebuah pohon yang tidak terlalu
besar. Diam hanya itu yang terjadi pada kami saat ini. Tanpa pembicaraan apapun
dengan pikiran yang entah ada dimana saat ini.
“Sorry yah gue ngajak lo ketempat
kaya gini” Ucapnya membuka sebuah pembicaraan
“Nggak apa apa kok, malah gue
seneng kesini hawanya enak, pemandangannya juga bagus kok, makasih ya” Balasku
dengan mencoba tersenyum kedia, Aku melihatnya tertunduk lemas. Aku tiba tiba
menjadi khawatir dengannya.
“Elo kenapa? Sakit?” Ucapku sambil
mencoba memegang keningnya. Kemudian Ia menatapku, aku merasa tersadar akan tatapannya
kemudian melepaskan tanganku dari keningnya.
“Sorry gue nggak sengaja” Ucapku
sambil tertunduk
“Lo itu gadis yang dari dulu gue
suka” Ucapan itu terlontar dari mulut pria itu. Aku menoleh ke dia sejenak. Dia
menoleh ke arahku juga. Aku tak percaya. Benar benar tak percaya ternyata
perasaanku sama seperti perasaannya.
“Maksud lo? “ Tanyaku mencoba
memastikan ucapannya itu
“Lo itu yang sering ngintipin kea
rah rumah gue kan?” Ucapnya yang membuat gue geli. Aku malu mendengarnya. Aku
tak menyangka dia mengetahui ulahku selama ini.
“Hehe lo kok bisa tau abis gue
kadang suka penasaran kenapa sih kok dari rumah lo sering ada suara ribut” Tanyaku padanya sambil tertawa sedikit
“Gue selalu bertengkar sama bokap
gue. Bokap gue selalu pindah pindah rumah. Gue capek harus diatur kemana mana.
Ia selalu mementingkan reputasinya daripada menghabiskan waktu bersama gue.
Makanya gue sama bokap gue kaya gitu” Ia mencoba menjelaskan apa yang tadi aku
tanyakan. Penjelasan yang tidak terlalu panjang namun aku sudah mengerti
maksudnya. Jadi aku putuskan untuk tidak bertanya kembali aku takut akan
membuatnya terlihat semakin sedih.
“Gue harap lo sabar yah, biar
gimanapun itukan bokap lo” Jelasku padanya
“Thanks ya shill” Balasnya dengan
mengucapkan namaku. Aku tambah heran dibuatnya
“Elo tau nama gue? Darimana?”
Tanyaku kembali
“Rahasia mau tau aja lo” Ucapnya
kembali
“Jahat ah elo. Gue aja kagak tau
nama lo” Jawabku dengan cemberut
“Nih “ ucapnya menyodorkan KTPnya
“Haha culun banget sih foto KTP lo,
liat nih KTP gue muka gue cantik kan” Ujarku sambil tertawa. Diapun ikut
tersenyum. Kemudian hari itu aku menghabiskan waktu dengannya. Ternyata ia tak
sedingin yang aku kira. Ia juga bisa mencair. Aku tersenyum melihatnya. Hari
ini menjadi hari special sepertinya.
“Alvin”
“Yah?”
“Hati
hati yah?”
“Iya
elo juga ya langsung tidur, mimpiin gue kalo bisa” candanya
“Hahaaa,
ya ntar gue mimpiin” candaku juga
“Besok
gue jemput yah” Ucapnya kembali dan aku pun mengangguk. Ia kembali lagi kerumah
dan aku kembali masuk kedalam rumah. Sampai didalam rumah aku hanya bisa
tersenyum melihat Mama yang daritadi sudah tersenyum.
“Lain
kali bawa masuk, kenalin sama mama” Ucap mama dan aku langsung memeluknya erat
sambil tersenyum.
Aku masih terus memikirkan kejadian hari ini.
Sangat tak terduga sebelumnya.
@Quotesshivers
3 tahun kemudian
“Kenapa sih kita dibawah pohon ini
terus? Kenapa nggak ketempat lain yang lebih gede? Ini mah Cuma bisa berdua
doank vin” Ucapku sambil menggelar tikar kecil dibawah pohon yang selalu
menjadi tempat favorit Alvin ketika kita mengunjungi taman ini
“Soalnya ini itu tempat aku pertama
kali nembak kamu secara tidak sah, lagian bagus kan kalo kita selalu berdua
jadi kita bisa bersama sama terus” Ucapnya kembali sambil tersenyum
“Iya juga sih kalo besar ntar kalo
pacaran jadi gak seru Hahaaaa” Ucapku sambil tertawa kecil
“Eh ini pohon udah gede aja yah,
padahal dulu masih berukuran sedang” Ucapku sambil melihat sekitar pohon
tersebut dan memegang pohon itu
“Iya Shill, inikan ibarat kita dulu
masih kecil sekarang udah gede kaya gini, saat kita masih muda kita masih
lemah, saat beranjak dewasa kita sudah mulai kokoh haha” Jawab Alvin dan akupun
geli akan ucapannya dan kemudian mencubit perut Alvin.
“Sakit tau” Ucapnya sambil mengelus
perutnya itu
“Tapi enak kan dicubit sama
yayangnya?” Candaku kembali. Alvin hanya membelai rambutku dan mencium keningku
sambil tersenyum kemudian ia duduk di tikar yang sudai aku gerai sebelumnya.
Sedangkan aku masih mempersiapkan makanan kecil dan minuman kecil yang sudah
aku persiapkan dari rumah tadi.
Alvin kembali memainkan music di
handphonenya. Aku menikmati hari hari
bersama Alvin. Dia selalu memperhatikanku. Dia seperti handphone bagiku dan aku
adalah simcardnya.
“Gue ngantuk vin” Ucapku sambil
mengganti ganti lagu yang ada di music player miliknya.
“Yaudah sini elo tidur di pangkuan
gue aja” Ucapnya. Kemudian aku tidur
tiduran dipangkuannya. Dia menyandarkan badannya ke pohon.
“vin kenapa elo bisa suka sama
gue?” Tanyaku kembali membuka pembicaraan
“Gue gak ingat. Yang jelas gue suka
sama elo karena elo itu orang yang selalu gue lihat ketika gue datang dan pergi
ke rumah gue” Jawabnya sambil melihat kearahku
“ Gue jadi malu vin” Balasku sambil
mencoba memegang pipiku
“Elo kenapa suka sama gue? Padahal
gue nggak pernah nyapa lo dan sebagainya?” Tanyanya juga
“Karena gue suka sama lo sejak
pandangan pertama, entah kenapa pas gue ngeliat lo pindah ke perumahan gue perasaan
gue berbeda. Gue pengen tau lo walaupun lo jutek. Gue pengen nyapa lo atau
keluarga lo secara kita kan bertetangga tapi gue takut soalnya gue sering
denger suara itu vin” Jelasku padanya
“Elo sayang kan sama gue vin?”
Tanyaku kembali. Alvin kembali menatapku ia membelai wajahku dengan lembut. Kemudian
Alvin memegang tanganku.
“Sampai kapanpun gue akan sayang
sama elo” Jawabnya. Akupun tersenyum mendengarnya
“Gue mau kita bersama sampai
kapanpun” Ucap Alvin kembali. Ia pun bangkit dari duduknya sehingga membuatku
menegakkan badanku. Aku melihatnya mencari sesuatu kemudian ia kembali lagi
dengan membawa suatu akar kecil yang tidak terlalu keras. Ia pun mencoba
merangkai sesuatu dari akar yang ia
dapatkan.
“Gue nggak tahu ukuran tangan lo,
tapi menurut gue ini muat die lo. Semoga ini jadi bukti keseriusan kita. Bukti
keseriusan gue ke elo” Ucapnya sambil memberikan sebuah akar yang telah dia
buat menyerupai cincin. Kemudian ia memasangkannya ditanganku. Aku terkejut
melihatnya. Aku menatapnya. Terlihat ia masih melihat lihat cincin yang
sekarang ia sudah kenakan di jari manis kiriku. Tak mau ketinggalan akupun mengambil
sisa akar tersebut dan membuat cincin juga. Walaupun buatanku tidak sebagus
buatannya ada rasa kecewa namun aku juga senang melihat ia tersenyum dan aku
memasangkan ke jari manisnya juga.
“Buat gue elo itu cowok pertama
yang mengisi hati gue, gue gak mau kehilangan elo, gue pengen sama elo terus.
Gue harap lo nggak bakal ninggalin gue” Ucapku seraya menatapnya.
“Shill, Pohon ini menjadi saksi
bukti cinta gue ke elo, gue sayang sama elo, gue gak akan pernah ninggali elo
karena elo itu berharga banget buat gue. Gue tulus sayang sama elo. Gue pengen
elo juga menjadi yang terakhir bagi gue. Gue gak mau hidup tanpa elo” Jelasnya
“Gue juga vin, Bagi gue elo adalah
bagian hidup gue. Kalo elo gak ada gue gak tau harus bagaimana lagi. Gue sayang
sama elo dan akan selalu sayang sama loe” Shilla memberi kecupan dipipi Alvin
yang masih memandanginya itu.
“Pohon tolong jagalah hubungan kami
ini, Jangan biarkan kami terpisah satu sama lain. Biarkan kami tetap menyatu
sampai kapanpun” Shilla memohonkan permohonan didepan pohon tersebut
“Pohon elo menjadi saksi cerita
gue. Gue yang dari dulu sendirian yang selalu cerita sama elo sampai sekarang
gue yang membawa pasangan gue kesini. Gue harap hubungan gue akan selalu abadi”
Ucap Alvin yang juga memohonkan permohonannya.
Aku melihatnya sambil tersenyum.
Aku kembali mengukir namaku dan dia di pohon tersebut. Dan tersenyum kembali.
“Alvin & Shilla Forever Until
End “
@Quotesshivers
6 tahun kemudian
“Shill, berhenti shill” Aku terus
mendengar teriakan Alvin yang terus berlari mengejar mobilku.
Hari
ini aku dan Mamaku memutuskan untuk pindah ke luar negeri. Sebenernya akulah
yang memutuskannya karena aku tidak tahan melihat sikap Alvin yang berubah akhir
akhir ini. Aku sering melihatnya pulang dengan wanita lain. Yang memakai busana
terlalu minim. Aku tak suka melihatnya.
Alvin sudah berusaha menjelaskan padaku bahwa mereka adalah satu rekan
kerja saja tidak lebih. Namun desas desus yang beredar mengatakan bahwa mereka
sedang menjalin suatu hubungan gelap karena rasa penasaran akupun mencoba
menyelidiki sendiri.
“Sayang
masih mau nambah nggak minumnya?” Ucap seorang wanita yang terlihat tengah
menggoda seorang pria yang terlihat lumayan mabok
“Boleh”
Ucapnya kembali
“Ini
sayang” Ucap wanita itu sambil memberikan satu gelas minuman beralkohol itu
kembali. Namun karena pria tersebut mencoba bergerak dari tempatnya air dalam
gelas itu pun tumpah kemudian wanita itu mencoba membersihkannya. Pria itupun
melepaskan jas yang sedang ia kenakan.
Tanpa
ia sadari Aku barusan datang dan melihat kejadian itu tepat didepan mataku. Aku
tidak menyangka Alvin begitu padaku. Aku merasakan sakit hati yang amat sangat
pedih rasanya. Alvin yang kemudian melihatku langsung mengejarku namun Aku
terus menolak mendengar penjelasan dari Alvin. Aku pun bergegas langsung pulang
dengan taksi Aku tak tahan jika harus berhadapan dengan situasi ini. Alvin
berusaha mengejarku. Namun sayang laju taksi sudah cepat. Alvin lemas
tertunduk. Ia menyesal. Sangat menyesal.
Gue gak mau melihat Alvin yang
terus terusan mengejar mobil gue. Gue nggak ingin melihatnya lagi. Rasa sakit
itu masih terasa di hatiku. Bahkan masih berbekas. Mungkin sakit hati akan
sangat sulit terobati.
“Shill, kasian Alvin dia daritadi
ngejar kamu, kamu nggak mau ngomong dulu sama dia” Ucap mama yang masih melihat
Alvin mengejar mobilku dari kaca spion. Aku diam aku tak menjawab perkataan
mama sama sekali. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku merasa sedih untuk
meninggalkan Alvin namun rasa sakitku masih terasa. Aku terus menatapnya. Dan
tiba tiba aku mendengar suara keras dari belakang. Aku terkejut melihatnya.
Keramaian langsung terjadi. Aku keluar dari mobil dan pergi kearahnya.
“Alvinnnnnnn!”
“Vin bangun vinnnn, gue gak mau elo
kaya gini, vin bangun vin” Tangisku ketika melihat tubuh Alvin berpeluh darah.
Ia tertabrak motor yang ada didepannya ketika ia hendak membelok. Aku hanya
bisa menangis sambil memegangi kepalanya yang sudah memberikan bekas merah
ditanganku
Hanya mondar mandir itulah yang aku
lakukan dari tadi. Aku tak tahu harus bagaimana. Gelisah, cemas, khawatir ,takut
mungkin perasaaan inilah yang dari tadi terus berada didalamku. Sudah berapa
kali aku melihat jam ditanganku namun sepertinya jam itu berdetak sangat
lambat. Aku tak tahan aku melemparkan jam tanganku itu kea rah lantai. Mama
yang melihat keadaanku saat langsung memelukku ia berusaha untuk menenangkanku.
Kini pikiranku sudah tidak karuan.
Aku menyesal dan sangat menyesal. Mungkin jika Aku berbicara baik baik
dengannya untuk meluruskan masalah kami kejadian ini tidak akan terjadi. Namun
benar kata peribahasa Nasi telah menjadi bubur. Itulah hal yang cocok dengan
gambaranku sekarang. Aku terus menjambakki rambutku untuk mengutuk rasa
bersalahku. Mamaku berusaha tetap menenangiku namun itu tidak terlalu berdampak
padaku. Aku melihat Papa Alvin sedang diam. Sepertinya ia hendak menangis namun
ia tidak bisa menangis entah apa yang ada dipikiran Papa Alvin saat ini. Aku
kembali lagi melihat jam di dinding rumah sakit ini. Kemudian dokter dan
beberapa perawat keluar dari kamar pasien ia mengatakan kondisi Alvin sangat
lemah. Aku lemas mendengarnya. Kemudian aku berlari memasuki kamar tersebut.
Aku tertunduk lemas kini melihat wajah Alvin yang pucat selama 6 tahun aku
menjalin hubungan dengannya baru kali ini aku melihat wajahnya sepucat ini. Aku
terus menangis disampingnya sambil menutup mukaku dengan kedua tanganku aku tak
sanggup melihatnya.
“Shill”
Aku mendengar suara. Perlahan aku
melihatnya. Ia tersenyum kepadaku. Aku tambah menangis dibuatnya.
“Elo jangan nangis gitu, gue gak
mau lihat elo nangis, gue gak suka lihat elo nangis” Ucapnya dengan nada suara pelan
“Vin, maafin gue vin… gue yang
salah..” Ucapku kembali
“Nggak kok elo gak salah wajar kalo
elo marah ke gue” Ucapnya kembali
“Tapi vin..” Ucapku terhenti
“Udah sekarang temenin gue ke taman
yah, tolong bawain tas gue itu yah” ucapnya sambil mencoba terbangun namun
kondisinya masih lemah.
“Tapi vin… “
“Nggak ada tapi tapian”
Akhirnya dengan ijin yang sangat
susah pihak rumah sakit memperbolehkan mereka pergi. Mama mengantar mereka
berdua sampai ke taman dan meninggalkan mereka ditaman.
“Shill, elo masih inget ini kan”
Ucap Alvin sambil menunjukkan cincin akar yang ia buat yang selalu ia kenakan
di tangannya.
“Ia gue juga masih make cincin itu
kok” Ucapnya menunjukkan cincin itu
“Waktu itu gue dipecat shill, maka
dari itu gue stress dan tertekan karena saat itu gue pengen ngelamar elo, gue
malah dipecat. Uang gaji gue terakhir
gak nyukup untuk bikin acara lamaran ke elo dan akhirnya gue hanya bisa beli
ini ke elo. Walaupun akhirnya elo salah paham dan bikin gue jadi bingung
bagaimana cara menyampaikannya ke elo” Ucap Alvin dengan nada lirih dan agak
terbata bata sambil mengambil sebuah kotak merah dari dalam tasnya dan
membukakannya ke depanku
“Alvin..” Ucapku tak percaya. Aku
menangis mendengarnya dan melihat cincin asli didepanku. Aku kini merasa sangat
bersalah. Aku sangat menyesal dengan yang kulakukan selama ini. Aku sangat
menyesal karena tidak mendengar alasannya terlebih dahulu. Kini airmataku terus
mengalir membasahi pipiku.
“ Kok nangis sih, sekarang tangan
lo sini” Ucapnya sambil memegang tanganku dan melepaskan cincin akar tersebut
“Dengan ini gue Alvin seius untuk menjalin
hubungan dengan shilla dan Shilla akan gue jadiin sebagai pendamping hidup gue”
Ucapnya sambil berjanji didepan pohon ini. Kemudian ia memakaikan cincin
tersebut di jari manisku. Dia tersenyum sambil menangis ke arahku. Aku pun
menangis kembali dan memegang tangannya dan mengambil cincin yang tersisa.
“ Gue Shilla akan selalu menyayangi
Alvin, gue akan selalu mendampingi dia kapanpun. Gue gak mau kehilangan dia
lagi” Tangisku sambil melepaskan cincin akar itu dan menggantinya dengan cincin
asli. Aku tersenyum melihatnya. Dia tersenyum melihatku. Aku memeluknya. Aku
merasa nyaman berada dalam pelukannya. Alvin juga membalas pelukanku. Ia
memelukku dengan erat seolah tak ingin lepas kembali
“Aku akan selamanya sayang sama elo
shill” Ucap Alvin kemudian ia memegangi kepalanya yang terasa semakin sakit dan
jantungnya terasa sesak.
Tiba tiba Alvin terjatuh..
Aku terus menangis. Menangisinya.
Aku mencoba memegang denyut nadi dan mencoba merasakan getaran jantung Alvin
namun tiada hasil. Aku lemas jatuh tak berdaya. Aku mencoba membangunkannya Aku
menggoyangkan pundaknya Aku memegang tangannya namun apa yang aku lakukan tak
ada gunanya. Tak ada hembusan nafas yang aku dengar dan aku rasakan. Seketika
jantungku terasa sakit. Aku merasa tidak sanggup lagi untuk bergerak.
“Vin, lo janji ngga akan ninggalin
gue, tapi kenapa elo ngingkari janji elo itu”
“Vin bangun vin, gue tau elo lagi
pura pura tidur kan? Vin bangun..”
“Vin, plis vin gue pengen kita kaya
dulu lagi gue masih pengen bersama elo”
“Vin……”
Suaraku, tangisku tak ada gunanya
lagi. Akupun mencoba mencari sesuatu dari tas yang dibawa Alvin. Aku menemukan
suatu benda. Benda yang akan mengubah segalanya.
“Vin, kita pernah janji kan bahwa
kita akan bersama, elo dan gue akan tetap menjadi pasangan yang abadi”
“Vin, gue gak bisa hidup tanpa loe
lagi. Elo bilang kan kalo gue itu pendamping hidup lo. Itu berarti gue juga
harus dampingin elo kapanpun. Vin gue sayang sama elo”
…..
Kini hanya ada hembusan angin yang
terdengar mengantarkan kepergian dua insan tersebut. Cinta itu memang buta.
Mungkin tanpa sadar kita melakukan hal yang sangat diluar dugaan demi cinta.
Apapun bisa terjadi jika cinta telah datang. Bahkan mengubah hidupmu sekalipun.
END
@Quotesshivers
No comments:
Post a Comment